Jakarta (ANTARA) -
Anggota Dewan Pembina Megawati Institute, Hasto Kristiyanto mengatakan sudah seharusnya akademisi Indonesia menggaungkan pemikirannya yang positif untuk kemajuan bangsa di kancah internasional.

"Jejak kemajuan itu sudah ada dari para pendahulu, termasuk dari para pendiri bangsa," kata Hasto dalam dialog kebangsaan bertema Pembudayaan Pancasila dan Peneguhan Kebangsaan Indonesia di Era Milenial yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) secara daring, di Jakarta, Selasa.

Hasto mengatakan, Konferensi Asia-Afrika pada 1955 yang digagas Presiden Pertama RI Bung Karno tak lama setelah kemerdekaan Indonesia, merupakan salah satu bukti bahwa negara ini bisa menjadi sentral peradaban dunia saat itu. Menurut Hasto, pemuda dan akademisi juga perlu mengilhami hal tersebut.

"Para pemimpin bangsa kita begitu percaya diri, bagaimana dengan ide dan opini. Kita tak punya kekuatan militer yang kuat, kita tidak punya kekuatan modal yang kuat, tetapi kita berani mengadakan Konferensi Asia-Afrika. Dengan modal apa? Makanannya karedok, soto lamongan, ada ketela, getuk lindri, di situ ada disajikan dalam Buku Mustika Rasa," kata Hasto dalam keterangannya.

Hasto juga menyampaikan pesan Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri atas penyelenggaraan acara ini. Presiden RI Kelima itu sekaligus diberikan kesempatan memberikan penghargaan kepada kota yang mendapat predikat City of Intellect.

Baca juga: Presiden: Kontribusi ITB bagi kemajuan bangsa dinantikan

Hasto menerangkan, kegiatan ini merupakan gagasan yang sangat baik, bisa membangun kebersamaan, dan UNJ mampu meletakan arah pendidikan Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

"City of intellect ini tidak bebas nilai. City of intellect yang digagas Bung Karno melekat pada falsafah bangsa dan diharapkan dengan falsafah itu, kita punya cara pandang Indonesia melihat dunia. Khususya Indonesia, mahasiswa-mahasiswa kita bergelora dedikasinya membawa kepemimpinan Indonesia bagi dunia," jelas dia.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini juga menerangkan, Pancasila sebenarnya sudah memberikan pondasi kepada seluruh warga negara untuk berpikir berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Termasuk Sumpah Pemuda, sebagai bentuk persatuan dan persaudaraan yang tinggi.

"Karena Pancasila tak mengenal apa yang disebut sebagai penjajahan. Pancasila seperti dalam dunia pendidikan yang memerdekakan. Dalam dunia olahraga membuat orang yang tidak bisa berenang, dia tidak tenggelam, karena dia punya suatu kesadaran," tuturnya.

Nah inilah yang harus kita gelorakan bagaimana Pancasila didisain oleh pendiri bangsa dengan menggali dari seluruh kekayaan, khazanah perabadan nusantara, peradaban agama, dunia, dan itu semua hebatnya dibumikan dalam tradisi kebudayaan kita, jelas Hasto.

Dalam acara ini, Megawati diberi kesempatan untuk memberikan penghargaan kepada kota atas predikat sebagai City Of Intellectual".

Penghargaan itu berdasarkan riset yang dilaksanakan oleh tim yang dipimpin Ketua Senat dan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Hafid Abbas.

Ketiga daerah itu adalah Kota Semarang yang dipimpin Wali Kota Hendrar Prihadi, Kota Solo yang dipimpin FX Hadi Rudyatmo, dan Kota Surabaya yang dinakhodai Tri Rismaharini.

Sementara dalam dialog kebangsaan, sejumlah narasumber hadir. Diantaranya Ahmad Syaikhu (Ketua Dewan Pembina Lembaga Sosial Tangan di Atas), Hariyono (Wakil Kepala BPIP), Muhaimin Iskandar (Wakil Ketua DPR RI), Fadli Zon (Ketua Umum Himpunan Seni Budaya Islam HSBI), dan Japar (Guru Besar UNJ).

Baca juga: Mendikbud Muhadjir: Museum simbol kemajuan suatu bangsa

Baca juga: Bahlil: Kemajuan bangsa ada di genggaman pemuda

Baca juga: Kepada peneliti, Menristek: Terus berinovasi bagi kemajuan bangsa

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020