Jakarta (ANTARA) - Negara melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membayarkan kompensasi kepada lima korban tindak pidana terorisme, tiga di antaranya korban terorisme di Poso tahun 2018 dan dua lainnya korban terorisme penyerangan Polsek Wonokromo, Surabaya pada 2019.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan penyerahan kompensasi ini merupakan wujud dari implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, sebab sejak UU itu terbit, jalan pemulihan bagi korban terorisme makin membaik lantaran negara telah menyatakan bertanggung jawab terhadap seluruh korban terorisme.

“Putusan majelis hakim yang memutuskan memberi kompensasi kepada korban terorisme di Poso dan Wonokromo menambah deretan keberhasilan LPSK membantu para korban tindak pidana terorisme untuk mendapatkan haknya berupa ganti rugi dari negara (kompensasi)” ujar Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Besaran nilai ganti kerugian yang dikeluarkan oleh negara untuk lima korban terorisme tersebut mencapai Rp2.152.439.671. Jumlah tersebut merujuk pada putusan pengadilan yang mengadili dua perkara terorisme tersebut.

Untuk kasus terorisme Poso proses persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Sedangkan untuk kasus Wonokromo, dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Sesuai dengan mandat yang diberikan melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, LPSK melakukan penghitungan terhadap besaran kompensasi dan menyampaikannya kepada para korban terorisme.

Nilai kompensasi yang diberikan kepada korban bervariasi, tergantung jenis kerugian yang dialami. Untuk tiga korban terorisme Poso, besaran kompensasi yang dibayarkan mencapai Rp2.066.195.143, sedangkan untuk dua korban terorisme Wonokromo, kompensasi yang dibayarkan negara sebesar Rp86.244.528.

Adapun bantuan kompensasi diberikan langsung oleh Hasto Atmojo di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Bali, Kamis (15/10). Penyerahan kompensasi kepada korban disaksikan oleh para wakil Ketua LPSK, Gubernur Bali I Wayan Koster, Anggota Komisi III DRR RI I Wayan Sudirta, perwakilan dari Kejaksaan Agung, BNPT, Polda Bali, Kodam IX Udayana, dan DPRD Provinsi Bali.

Dalam catatan LPSK, sejak 2015 hingga saat ini, jumlah korban dan atau saksi terorisme yang telah mendapat layanan sebanyak 492 orang, termasuk di dalamnya korban terorisme masa lalu.

Hasto mengatakan pihaknya telah berhasil menunaikan hak kepada 55 korban terorisme dari 12 peristiwa dengan total nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp6.434.027.095.

Lebih lanjut, Hasto mengatakan bahwa LPSK juga sedang melaksanakan asesmen terhadap 39 orang korban terorisme dalam peristiwa Bom Bali I dan II.

“Pelaksanaan asesmen terhadap korban bom Bali I dan II sudah mulai dilaksanakan sejak 13 Oktober sampai tanggal 16 mendatang,” kata Hasto.

Menurut Hasto sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban Tindak Pidana terbit, LPSK berkejaran dengan waktu yang mengharuskan permohonan dan data para korban terorisme masa lalu terhimpun seluruhnya di bulan Juni 2020.

Untuk itu, kata dia, LPSK mengambil langkah akseleratif dengan segera melakukan asesmen serentak terhadap 231 korban terorisme masa lalu, termasuk didalamnya korban bom Bali I dan II.

Baca juga: LPSK imbau korban terorisme masa lalu ajukan permohonan perlindungan

Baca juga: Kepala BNPT: Korban aksi terorisme harus didukung oleh semua Pihak

Baca juga: Jubir Presiden: Korban terorisme dapat kompensasi dan santunan negara

Baca juga: LPSK: Korban terorisme tidak akan dilupakan

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020