Jakarta (ANTARA) - Pakar tindak pidana korupsi dan pencucian uang Universitas Pakuan Yenti Garnasih menilai vonis hakim pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) luar biasa dan layak mendapat apresiasi.

Meski demikian, putusan terhadap empat terdakwa itu perlu dikawal terus oleh masyarakat lantaran para terdakwa masih bisa melakukan upaya hukum lain.

"Putusan ini sangat bombastis, sangat sangat spektakuler. Jarang terjadi putusan maksimal dijatuhkan pada tindak pidana korupsi. Namun, ingat putusan ini belum inkrah (berkekuatan hukum tetap). Publik masih harus mengawal kasus ini," kata Yenti melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Eks Dirut Jiwasraya akan ajukan banding atas vonis seumur hidup

Yenti menganggap Kejaksaan Agung selaku penuntut mampu mematahkan pembelaan pengacara terdakwa sehingga hakim mampu memutuskan secara sah terbukti dan meyakinkan jika ganjaran di atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) layak diterima empat terdakwa yang merugikan negara hingga Rp16,8 triliun tersebut.

"Perlu diingat sangat besar kemungkinan terdakwa melakukan upaya hukum. Ini harus benar-benar jadi perhatian. Publik harus mengawalnya," katanya menegaskan.

Walau demikian, Yenti berharap Kejaksaan Agung tetap mencermati pelacakan tindakan pencucian uang dan hasil kejahatannya dengan menerapkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengoptimalkan perampasan aset terdakwa untuk dikembalikan ke negara.

"Ini jadi poin penting selain vonis karena ini menyangkut penyelamatan keuangan negara,” kata Yenti.

Baca juga: Pengamat: Penyidikan 13 korporasi soal Jiwasraya terkesan dipaksakan

Empat terdakwa yaitu mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT AJS Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto seluruhnya divonis seumur hidup.

Khusus untuk Hendrisman dan Syahmirwan, vonis hakim jauh di atas tuntutan jaksa.

Sementara itu, persidangan dua terdakwa lain, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, ditunda lantaran keduanya terindikasi positif COVID-19.

"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan hukuman pidana penjara seumur hidup," kata Hakim Ketua Susanti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10) malam.

Dalam menjatuhkan hukuman, hakim menuturkan hal yang memberatkan yakni perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Baca juga: Pihak swasta pada perkara Jiwasraya divonis penjara seumur hidup

Selain itu, perbuatan mereka dinilai terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang berimplikasi kepada kesulitan ekonomi para nasabah Asuransi Jiwasraya.

Hal itu, menurut hakim, membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap perasuransian dan investasi.

"Hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum," kata hakim.

Vonis ini sama dan atau lebih berat dibandingkan dengan tuntutan JPU.

Sebelumnya, Hendrisman Rahim dituntut dengan pidana 20 tahun penjara, Hary Prasetyo dituntut seumur hidup, Syahmirwan dituntut 18 tahun penjara, dan Joko Hartono Tirto dituntut pidana seumur hidup.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020