Jakarta (ANTARA) - Sebagai negara agraris, petani Indonesia memiliki peran penting dalam pilar perekonomian serta kontribusinya terhadap ketahanan pangan bagi 267 juta penduduk.

Dalam hal yang lebih spesifik, sektor pertanian di mana petani menjadi aktor utama di dalamnya, menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan atau mencatatkan kinerja positif, di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia.

BPS merilis sektor pertanian berkontribusi sebesar 15,46 persen pada struktur pertumbuhan PDB Indonesia di triwulan II-2020. Nilai kontribusi ini meningkat dari periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar 13,57 persen.

Presiden Joko Widodo sendiri dalam pidato Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI Tahun 2020, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, pada Agustus lalu, menyatakan bahwa Pemerintah menaruh perhatian besar terhadap pertanian, khususnya pada ketahanan pangan dan kelancaran rantai pasok makanan.

Selain itu, Presiden juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan menargetkan Nilai Tukar Petani (NTP) hingga 102 di tahun 2021.

Artinya, keinginan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan terserapnya hasil panen dan distribusi pada rantai pasok, masih terus diupayakan, agar pada akhirnya Nilai Tukar Petani (NTP) tetap tumbuh.

Namun begitu, pada kenyataannya rantai pasok masih menjadi beban yang dihadapi petani. Pada peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September ini, petani belum merasakan keuntungan besar atas hasil panen mereka.

Baca juga: Demo hari tani di Bengkulu ricuh, delapan orang diamankan

Tak miliki kuasa

Rantai pasok yang panjang, terutama pada komoditas beras, seringkali tidak menguntungkan petani karena mereka tidak memiliki kuasa untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG).

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mencatat setidaknya beras petani harus melalui empat hingga enam pelaku distribusi sebelum sampai di tangan konsumen. Alih-alih menjual kepada Bulog, banyak petani yang pada akhirnya lebih memilih menjual hasil panen kepada tengkulak.

Petani pun tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan saat bertransaksi karena harga komoditas yang mereka hasilkan sangat bergantung pada pasar. Alhasil, petani hanya bertindak sebagai price taker dan bukan price maker.

Pandemi COVID-19 tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat, tetapi juga berimbas pada hasil panen yang belum terserap secara maksimal di pasaran.

Serikat Petani Indonesia (SPI) melaporkan bahwa kondisi petani sayuran, terutama di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, cukup memprihatinkan karena penjualan hasil panen mereka menurun drastis pada beberapa bulan terakhir.

Salah satu petani sayuran asal Caringin, Sukabumi Jawa Barat, Dadun menyebutkan bahwa harga sejumlah sayur, mulai dari kol, sawi putih, sawi hijau yang semula dihargai Rp3.500 per kilogram, turun drastis menjadi Rp250 hingga Rp150 per kg.

Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan memberatkan petani dan berimbas pada produksi selanjutnya, sebab hasil panen yang didapat tidak sebanding dengan biaya produksi.

"Dari upah untuk mencangkul, biaya pupuk, dan sebagainya, bahkan tenaga sendiri tidak dihitung. Sementara hasil panen yang didapat dari 1 ton panen hanya Rp150.000, ini sangat-sangat tidak sebanding, sangat mengkhawatirkan," kata Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah.

Sebenarnya, masalah klasik turunnya harga komoditas saat musim panen dapat dihindarkan. Pemerintah terus memaksimalkan Pasar Mitra Tani atau Toko Tani yang digagas oleh Kementerian Pertanian untuk menyerap hasil panen petani, serta memotong rantai pasok distribusi hingga ke konsumen.

Baca juga: Hari Tani, produktivitas kopi diharapkan bisa bersaing di global

Solusi belanja daring

Upaya menyejahterakan petani memang tidak sesederhana hanya dengan membeli sayur dan buah-buahan lokal di pasar tradisional. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah nyatanya menjadi pukulan bagi petani karena hasil panen yang biasanya dijual di pasar, tidak terserap maksimal.

Di sisi lain, selama pandemi COVID-19 yang mengharuskan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah, tren belanja daring menjadi solusi alternatif agar hasil panen dapat terserap.

Berdasarkan data yang diperoleh dari sejumlah pasar daring seperti Bukalapak dan Tokopedia, pembelian produk bahan pokok meningkat hingga 350 persen selama masa pandemi.

Salah satu aplikasi e-commerce yang menjual hasil pertanian secara daring, Kedaisayur, juga mengalami peningkatan penjualan lebih dari 100 persen pada dua bulan pertama sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia.

Menilik potensi tersebut, Kementerian Pertanian berupaya untuk tidak hanya memotong rantai distribusi yang panjang, tetapi juga menjembatani pasokan produksi petani dan kebutuhan pangan konsumen, salah satunya melalui Toko Tani.

Melalui Toko Tani, masyarakat dapat mengakses kebutuhan pangan, mulai dari beras, produk hortikultura seperti sayur dan buah, hingga telur dan konsumsi rumah tangga lainnya, seperti minyak goreng dan gula, dengan harga terjangkau.

Badan Ketahanan Pangan Kementan juga gencar menggandeng sejumlah platform daring agar akses masyarakat membeli kebutuhan pangan di Toko Tani semakin mudah.

Sejauh ini, sejumlah kerja sama telah dijalankan dengan perusahaan aplikasi, antara lain Go-Jek, Grab, Blibli dan startup marketplace seperti e-tani, Tani Supply Indonesia (TaniHub) dan SayurBox. Kerja sama terbaru yang resmi dilakukan pada Peringatan Hari Tani Nasional ini, yakni dengan perusahaan e-commerce Bukalapak.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berharap kerja sama ini mampu memutus mata rantai perdagangan yang selama ini merugikan para petani dan para pelaku usaha pertanian lainnya.

"Saya berharap melalui teknologi dari Bukalapak bisa membantu petani mendapatkan pasar untuk membuka hasil panennya dan meraih hasil yang menguntungkan," kata Mentan Syahrul.

Selain Kementerian Pertanian, Perum Bulog juga telah melakukan pemasaran dan penjualan beras serta komoditas pangan lainnya lewat platform daring iPangananDotcom yang dapat diakses melalui Shopee.

Hingga kini, platform belanja daring iPangananDotCom telah tersebar di tujuh kota, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Medan.

Pilihan belanja daring ini diharapkan tidak hanya melancarkan distribusi dan memotong rantai pasok petani, tetapi juga memaksimalkan penyerapan hasil panen.

Baca juga: Di Hari tani, Mentan ajak kepala daerah akselerasi pertanian modern

Akses modal petani

Dalam beberapa kasus, petani terpaksa berhubungan erat dengan tengkulak karena menjadi pihak yang turut memberikan modal dan akses pasar pada petani.

Belenggu tengkulak seringkali membebani petani khususnya pada petani jagung yang terjebak dalam praktik ijon yang merugikan. Praktik ijon adalah sistem pembelian jagung di awal berupa panjar, namun dengan harga jual yang rendah.

Kementerian Pertanian mendorong agar para petani dapat memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianggarkan untuk tahun ini sebesar Rp50 triliun. KUR tersebut terdiri dari sub sektor tanaman pangan sebesar Rp14,23 triliun; sektor hortikultura Rp6,39 triliun; sektor perkebunan Rp20,37 triliun dan sektor peternakan Rp9,01 triliun.

Hingga Agustus 2020, realisasi KUR baru mencapai Rp25 triliun, atau 50 persen dari alokasi yang ditargetkan pada tahun ini. Oleh karena itu, para petani diharapkan dapat memanfaatkan KUR agar terhindar dari tengkulak.

Apalagi, KUR sektor pertanian turut mendapat relaksasi yang membebaskan pembayaran bunga dan penundaan pokok angsuran selama enam bulan, sebagai respons Pemerintah terhadap ancaman dampak COVID-19 terhadap produksi pertanian.

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia agaknya menjadi ujian bagaimana Pemerintah tidak hanya menjamin produksi pangan berjalan, tetapi juga menjamin kesejahteraan petani sebagai pemasok komoditas.

Setelah paruh pertama tahun 2020 sektor pertanian mencatatkan kinerja yang positif, kini potensi resesi pada triwulan III juga diproyeksi menurunkan PDB pertanian.

Dengan adanya potensi krisis pangan dan kelaparan seperti yang diperingatkan FAO, petani kini memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin ketersediaan pangan, tetapi di sisi lain juga terus dibayangi dengan ancaman gagal panen akibat serangan hama. Kesejahteraan petani di Hari Tani Nasional ini, sudah mutlak untuk direalisasikan baik oleh Pemerintah, maupun sektor swasta.*

Baca juga: Hari Tani, Kementan gandeng Bukalapak kembangkan pemasaran daring

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020