Jakarta (ANTARA) - Pengamat otomotif sekaligus akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan bahwa usulan Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) terkait relaksasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) nol persen bisa mendorong daya beli masyarakat.

Yannes berpendapat, inisiatif itu memerlukan strategi jitu untuk memacu daya beli sekaligus produksi otomotif dalam negeri, salah satunya mendorong pabrikan menurunkan harga jual produknya serta ditambah relaksasi pajak lainnya.

"Paket yang harus dijalankan pemerintah bukan sekadar memacu industri otomotif untuk kembali berproduksi. Di sisi lain, pemerintah juga perlu melaksanakan strategi yang jitu untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang saat ini semakin berpotensi menuju ke titik nadirnya," kata Yannes kepada ANTARA, Minggu.

Hal ini mengacu pada pengandaian jika industri memacu kembali produksinya, tetapi daya beli masyarakat masih lemah atau bahkan semakin melemah, tentunya berpotensi menimbulkan masalah baru. "Kendaraan yang diproduksi berpotensi sulit diserap pasar," imbuhnya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengusulkan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar 0 persen atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor (PKB), yang diharapkan dapat menstimulus pasar sekaligus mendorong pertumbuhan sektor otomotif di tengah masa pandemi COVID-19.

"Kami sudah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk relaksasi pajak mobil baru 0 persen sampai bulan Desember 2020," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, pada awal pekan ini.

Baca juga: Kendaraan listrik akan dibebaskan dari pajak kendaraan bermotor

Baca juga: Penjualan mobil di Indonesia naik 47,43 persen pada Agustus


Harga jual terjangkau

Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto berpendapat, untuk menaikkan daya beli tidak hanya mengandalkan stimulus dari pemerintah, namun manufaktur otomotif juga harus mau menurunkan harga jual demi menarik daya beli konsumen.

"Ya Produsen Otomotif (Agen Pemegang Merk) harus juga mau mengurangi harga jual KBM nya," kata dia.

"Untuk hal ini, produsen siap untuk memberikan potongan harga," ujar Jongkie.

Jongkie menyatakan, Gaikindo telah mengusulkan agar pemerintah memberikan stimulus atau insentif yang tetap sasaran, agar dapat dimanfaatkan masyarakat dan menaikkan daya beli.

"Untuk antisipasi hal tesebut, maka Gaikindo mengusulkan agar ada stimulus yang langsung mengena kepada harga mobil baru dengan memberikan potongan pajak-pajak, seperti PPN, PpnBM, BBN KB dan juga PKB," kata dia.

"Dengan harapan, masyarakat bisa membeli mobil baru. Dengan demikian pabrik-pabrik mobil dan komponen dapat bekerja penuh kembali," tambah dia.

Di sisi lain, Yannes pun menuturkan, PKB nol persen berdampak positif kepada masyarakat, dimana biaya yang dikeluarkan untuk membeli kendaraan baru jadi turun dari harga normalnya.

Tapi, seberapa jauh harga dapat turun, merupakan salah satu permasalahan juga, karena harga akhir sebuah mobil merupakan gabungan dari banyak komponen biaya.

Ia menjelaskan, secara kasar dapat digambarkan bahwa komponen Harga Pokok Penjualan (HPP) sebuah kendaraan baru sebagai biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tenaga kerja, bahan dan overhead dalam proses pembuatan produk berkisar antara 30-40 persen.

Biaya marketing, biaya logistik-distribusi hingga margin ke diler sekitar 10 persen, margin laba perusahaan dan prinsipal berkisar 10-15 persen.

Dari margin tersebutlah industri manufaktur mengembalikan biaya investasinya hingga menganggarkan riset untuk produk terbarunya.

Jadi, total biaya langsung yang berhubungan dengan kendaraan yang dijual ada dikisaran 60 persen. Tiap industri otomotif pastinya relatif memiliki komposisi yang berbeda, menurut Yannes.

Baca juga: Ada insentif pajak BBNKB untuk kendaraan listrik di DKI

Baca juga: DFSK harap kebijakan pembebasan pajak mobil listrik dorong daya beli


Relaksasi pajak

Lalu, pajak-pajak dari Pemerintah Pusat terkait kendaraan baru tersebut, mulai dari PPN 10 persen, PPnBM 10-125 persen, yang jika diasumsikan bahwa jenis kendaraan terlaku adalah mobil LCGC yang dikenakan PPnBM sebesar 15 persen. Total sekitar 25 persen dari biaya yang dibebankan kepada sebuah kendaraan baru.

Kemudian, pajak-pajak dari Pemerintah Provinsi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), mulai dari BBNKB sebesar 12,5 persen dan PKB (tahunan) sekitar 2 persen, ditambah pajak progresif 0,5 persen untuk setiap tambahan jumlah kepemilikan kendaraan atas nama sendiri.

Adapun biaya lainnya, seperti SWDKLLJ, biaya administrasi, hingga denda pajak kendaraan bermotor bagi yang terlambat membayar tepat waktu. Total sekitar 14,5 persen dari biaya yang dibebankan kepada sebuah kendaraan baru.

"Dari gambaran kasar di atas dapat dilihat bahwa margin terbesar dari harga akhir sebuah kendaraan ada di komponen pajak yang ditarik oleh Kementerian Keuangan (sekitar 25 persen); pemerintah provinsi (sekitar 14,5 persen); margin laba perusahaan dan prinsipal (sekitar 10-15 persen); margin logistik-distribusi hingga margin ke dealer (sekitar 10 persen)," jelas Yannes.

Saat ini, akibat dari pandemi COVID-19 , pemerintah daerah pada umumnya sudah mulai melakukan program diskon PKB hingga 10 persen, diskon BBNKB-1 2,5 persen, bahkan diskon tunggakan PKB hingga 100 persen sampai bulan Desember 2020.

Artinya, walaupun sejauh ini PKB dan BBNKB-1 menjadi salah satu sumber kontribusi terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hampir di seluruh provinsi di Indonesia, tetapi mereka sudah mulai melakukan relaksasi pajak hingga batas yang dinilai mungkin untuk dilakukan, mengingat pajak menjadi sumber PAD paling potensial untuk melangsungkan pembangunan daerah.

"Gagasan relaksasi pajak mobil baru 0 persen oleh Menteri Perindustrian sampai bulan Desember 2020 tentunya dapat menjadi sebuah harapan baru bagi upaya untuk memberikan harapan pada semua pelaku industri otomotif di Indonesia. Semoga termasuk pada PPN 10 persen dan PPnBM 10-125 persen," kata Yannes.

Baca juga: Gaikindo dukung PKB mobil nol persen, usulkan relaksasi pajak lainnya

Baca juga: Dongkrak daya beli, Menperin usulkan pajak mobil baru 0 persen

Baca juga: Peneliti: Instrumen perpajakan bisa dorong inovasi produk
Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020