Jakarta (Antara) - Pandemi COVID-19 tidak saja memberikan dampak pada masalah kesehatan umat manusia, melainkan juga mengubah tatanan ekonomi global. 
 
 
Hampir semua negara di dunia mengalami kemunduran ekonomi. Pencapaian bidang perdagangan barang dan jasa tidak segemilang tahun-tahun sebelum pandemi melanda.
 
 
COVID-19 telah membatasi arus perdagangan barang dan jasa yang merupakan denyut nadi perekonomian global.
 
 
China sebagai negara yang pertama kali mendapati kasus COVID-19 telah membuktikan dirinya sebagai negara yang dianggap paling sukses mengendalikan penyakit yang telah membunuh hampir satu juta nyawa manusia di seluruh dunia itu.
 
 
Kerja keras China dalam memerangi COVID-19 patut menjadi contoh model bagi negara-negara lain di dunia.
 
 
Untuk memenangi peperangan melawan COVID-19 tentu saja harus didukung oleh konsistensi pemerintahan dalam menerapkan protokol kesehatan.
 
 
Pada saat negara-negara yang lain sedang berjuang keras menangkal gempuran COVID-19, China selangkah lebih maju dengan menata perekonomiannya sesuai adaptasi kehidupan baru atau biasa disebut "New Normal".
 
 
Namun China tidak ingin berlari sendirian meninggalkan para koleganya. Berbagai terobosan ditawarkannya kepada negara-negara lain demi kemajuan bersama umat manusia.
 
 
Salah satunya adalah dengan menggelar Pameran Internasional Perdagangan Jasa (CIFTIS) di Bejing pada tanggal 4-9 September 2020.
 
 
"Kami ingin CIFTIS tahun ini yanang digelar dengan tema 'Pelayanan Global, Berbagi Kemakmuran' akan memberikan kesempatan dan menjadi jembatan bagi masyarakat di seluruh dunia melalui terobosan baru dalam perdagangan jasa demi kemajuan umat manusia," kata Presiden Xi Jinping saat membuka acara tersebut pada Jumat (4/9/2020).
 
 
Menarik, karena pernyataannya Presiden Xi ingin mengajak seluruh dunia bangkit dari keterpurukan akibat COVID-19 dengan memulihkan kembali hubungan perdagangan, terutama jasa.
 
 
Tidak heran jika Prof Guo Jie dari Durham University di Inggris mengatakan bahwa CIFTIS merefleksikan kuatnya momentum dan vitalitas perekonomian China sekaligus mendukung perkembangan industri jasa yang berkualitas.
 
 
Pameran ini akan membantu mempercepat pembentukan pola pembangunan baru bersirkulasi ganda, yakni menjadikan pasar domestik sebagai andalan sambil membiarkan pasar domestik dan luar negeri saling mendorong satu sama lain, demikian Guo.
 
 
Penasihat utama Pusat Penelitian Malaysia Oh Ei Sun berpendapat bahwa pergelaran CIFTIS dapat membantu beberapa negara melakukan pertukaran jasa lebih dalam lagi.
 
 
Dengan adanya pandemi ini, Oh berharap China memainkan peran yang lebih besar dalam mempromosikan liberalisasi perdagangan jasa.
 
 
Meraih Momentum
China benar-benar meraih momentumnya dari CIFTIS yang digelar saat pandemi COVID-19 masih terjadi.
 
 
Pameran yang digelar secara daring dan luring itu menyuguhkan beberapa bentuk dan model baru perdagangan digital, jaringan komunikasi berbasis 5G, industri internet, kantor cerdas, dan inovasi rantai pasokan.
 
 
Sedikitnya 240 kesepakatan kontrak telah ditandatangani selama pameran berlangsung sebagaimana data yang diperoleh dari Kementerian Perdagangan China (Mofcom).
 
 
Dalam pameran tersebut Mofcom juga mengumumkan pengurangan daftar negatif sektor perdagangan jasa pada tahun depan agar sektor tersebut makin terbuka dan makin berkembang dan tentu saja untuk memancing daya tarik investor asing.
 
 
Sementara itu, Biro Perdagangan Kota Beijing menyebutkan bahwa pameran tersebut telah disaksikan 7,2 juta orang melalui laman resmi penyelenggara pameran dan 8,05 juta melalui aplikasi.
 
 
Jumlah pesertanya pun mencapai 5.372 perusahaan dari dalam dan luar China, termasuk 2.037 stan pameran yang dibangun dengan sistem tiga dimensi.
 
 
Pameran yang berlangsung selama enam hari itu juga diisi dengan beragam kegiatan lain, seperti Forum Pertemuan Puncak Perdagangan Jasa Global, empat forum pertemuan bisinis lainnya, dan lebih dari 100 seminar dan forum industri.
 
 
Tentu saja hal ini sebuah pencapaian yang luar biasa di tengah pandemi COVID-19.
 
 
Indonesia yang memiliki hubungan kemitraan strategis dan komperehensif dengan China diharapkan bisa mengambil momentum dari pergelaran tersebut.
 
 
Apalagi sektor jasa diyakini mampu mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sesuai Rancangan Pembangunan Jangkah Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
 
 
Pemerintah Indonesia ingin menaikkan PDB melalui transformasi kontribusi sektor jasa terhadap PDB dari 5,7 persen pada 2015-2018 menjadi 9,8 persen pada 2024. Sudah saatnya mengambil momentum itu!
 

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020