Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan fraksinya membuka komunikasi dengan fraksi-fraksi lain di DPR RI untuk menyatukan kesepahaman terkait urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) di tahun 2021.

Dia menilai kasus pelecehan dan kekerasan seksual terus menunjukkan peningkatan bahkan Indonesia masuk dalam kondisi darurat kekerasan seksual sehingga sangat mendesak RUU P-KS segera disahkan.

"Kami akan segera membuka komunikasi dengan fraksi-fraksi lain di DPR agar mempunyai kesepahaman yang sama terkait urgenitas pengesahan RUU P-KS di tahun 2021," kata Cucun dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual sepanjang tahun 2019 tercatat mencapai 431.471 kasus. Jumlah tersebut menurut dia naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.

"Kekerasan seksual kepada perempuan ini telah mencapai hampir setengah juta kasus. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan karena trennya terus meningkat dan tidak kunjung turun meskipun telah ada ancaman pengebiran terhadap para pelaku," ujarnya.

Cucun mengaku tidak mudah membuka komunikasi dengan fraksi-fraksi yang tegas menolak RUU P-KS namun Fraksi PKB akan terus melakukan lobi dan mencoba menyakinkan fraksi lain jika RUU tersebut secara subtantif dibutuhkan untuk menekan laju kasus kekerasan seksual di Indonesia.

Menurut dia, PKB juga memastikan tidak ada pasal-pasal dalam RUU PKS yang membuka peluang bagi terjadinya kebebasan hubungan seksual atau "free sex" maupun perlindungan terhadap penyimpangan perilaku seksual di masyarakat.

"Kita akan agendakan dalam waktu dekat untuk melakukan safari ke fraksi-fraksi lain untuk meyakinkan mereka jika RUU PKS ini memang mendesak untuk dituntaskan," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI itu mengungkapkan RUU PKS sebenarnya telah masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020, namun karena tidak tercapainya kesepahaman dan keselarasan pandangan di antara fraksi-fraksi DPR maka, pembahasannya akhirnya ditunda.

Dia menilai ketidaksepahaman pandangan fraksi terhadap RUU P-KS itu cukup keras karena menyangkut banyak hal seperti perbedaan ideologi maupun kapitalisasi electoral sehingga tidak bisa ditemukan kesepakatan untuk dibahas tahun ini.

Cucun menilai aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk mencegah dan memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual, buktinya dari tahun ke tahun tren kasus kekerasan seksual terus naik.

"Karena itu dalam pandangan kami dibutuhkan aturan khusus yang bersifat lex spesialis untuk mencegah maupun menindak tegas kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terrepresentasikan dalam RUU P-KS," katanya.

Baca juga: PKS ingin RUU Cipta Kerja tak cabut kewenangan Dewan Arsitek Indonesia

Baca juga: PKS ingin pelanggaran izin dan badan hukum pesantren tidak dipidana

Baca juga: FPKS-FPKB samakan persepsi RUU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020