Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan penting adanya prosedur operasi standar (standar operating procedure/SOP) dengan protokol kesehatan untuk evakuasi darurat bencana di masa pandemi COVID-19.

"Penyusunan standar operating prosedur (SOP) untuk evakuasi darurat dengan protokol kesehatan merupakan langkah yang sangat penting dan mendesak," kata Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Anita Firmanti dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan, Achmad Gani Ghazaly dalam seminar virtual "Banjir di Masa COVID-19: Kesiapsiagaan, Mitigasi dan Pengelolaan Bencana” di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Sekjen Kementerian PUPR dikonfirmasi perihal tugas kepala balai

Sekjen Kementerian PUPR menuturkan SOP tersebut mencakup penyiapan tempat evakuasi sesuai dengan protokol kesehatan yang dilengkapi dengan tenda kompartemen cubicle knockdown serta instalasi pemrosesan air dan sanitasi yang mudah dipindahtempatkan (mobile).

Keseluruhan fasilitas tersebut harus mudah dimobilisasi dan dipasang untuk membuat pengungsi aman sesuai dengan protokol COVID-19 selama periode krisis tanggap darurat.

Sekjen juga mendorong kolaborasi untuk bersama mengurangi dampak bencana banjir yang dapat mempersulit kondisi di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

"Dalam situasi yang tidak mudah ini sudah saatnya kita semua mempererat kemitraan dan kerja sama untuk mengurangi risiko bencana banjir, sekaligus mengatasi pandemi COVID-19. Saya mendukung langkah-langkah kolaboratif yang strategis untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dan kemampuan untuk mengurangi risiko bencana tersebut di tengah pandemi COVID-19," tuturnya.

Dia berharap para peneliti, pembuat kebijakan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya dapat berinteraksi untuk memperoleh langkah-langkah penting dalam rangka upaya peningkatan kesadaran kemampuan dan kesiapsiagaan dalam mengatasi dan mengantisipasi untuk melakukan mitigasi banjir di masa pandemi COVID-19.

Baca juga: Kementerian PUPR belanja infrastruktur Rp15,4 triliun

Baca juga: Kementerian PUPR akan amankan aset Rp816 triliun dari penyerobotan


"Sangat penting bagi kita untuk memiliki kemampuan mitigasi bencana banjir di tengah kewaspadaan terhadap pandemi COVID-19," kata Sekjen.

Sekjen Anita menuturkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan Indonesia merupakan negara yang paling banyak dilanda bencana hidrometeorologi yang meliputi banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan.

Hal tersebut tidak hanya didorong oleh perubahan iklim, tetapi juga oleh degradasi lingkungan yang menyebabkan peningkatan daerah aliran sungai kritis, dan dampaknya bisa menjadi lebih parah karena pemeliharaan infrastruktur air yang tidak memadai.

Sejak Desember 2019 sampai Juli 2020 dilaporkan terjadi 621 bencana banjir di 229 kabupaten/kota. Sistem peringatan dini banjir telah mencatat 7.226 potensi kejadian banjir selama Januari hingga Juli 2020 akibat curah hujan di atas 100 mm atau curah hujan kumulatif tiga hari lebih tinggi dari 200 mm.

Oleh karenanya, tanggap darurat merupakan hal yang krusial dalam memulihkan aktivitas dan produktivitas masyarakat karena pemukiman masyarakat dan infrastruktur umum sebagian besar rusak akibat bencana.

Kementerian PUPR bersama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus meningkatkan sistem peringatan dini banjir.

Sistem tersebut dilengkapi dengan perangkat otomatisasi dan telemetri dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur sumber daya air. Dengan prediksi cuaca yang lebih akurat, sumber daya air dapat dikelola dengan lebih baik untuk mengantisipasi berbagai kejadian yang mengganggu, seperti banjir, kekurangan air dan kekeringan.

Baca juga: Urbanisasi harus dipandang sebagai peluang

Sekjen menuturkan upaya preventif untuk menghindari bencana lebih diutamakan daripada upaya kuratif pasca bencana.

Kementerian PUPR berupaya meningkatkan kapasitas pemantauan infrastruktur air seperti pengoperasian bendungan (reservoir operation) dan sistem irigasi.

Anita menuturkan melalui pengumpulan dan analisis data yang lebih baik, pihaknya dapat menghasilkan data yang lebih andal dalam pengelolaan air.

Untuk pengembangan ke depan, katanya, dibutuhkan analisis Big Data yang memadai yang terdiri dari data dan informasi akuisisi geospasial dan statistik, data dan informasi infrastruktur, pertukaran data dan informasi antarlembaga, dan analisis data penanggulangan bencana.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020