Suga pasti akan memprioritaskan ekonomi daripada pengendalian infeksi. Saya tidak mengharapkan sesuatu yang baru terjadi di bawah kepemimpinan Suga,
Tokyo (ANTARA) -  Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga, yang dipandang sebagai pelopor untuk menggantikan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, berjanji untuk fokus dalam mengakhiri epidemi, tetapi dia tidak menjelaskan secara detail.

Para ahli kesehatan khawatir bahwa pengganti Abe dapat memprioritaskan menghidupkan kembali ekonomi yang dilanda resesi daripada janjinya untuk menahan pandemi virus corona.

Suga dipandang sebagai pendukung utama kampanye perjalanan domestik yang menurut para kritikus berisiko menyebarkan infeksi dari kota-kota besar ke pedesaan.

"Suga pasti akan memprioritaskan ekonomi daripada pengendalian infeksi. Saya tidak mengharapkan sesuatu yang baru terjadi di bawah kepemimpinan Suga," kata Fumie Sakamoto, yang mengelola pencegahan infeksi di Rumah Sakit Internasional St. Luke di Tokyo.

Baca juga: Yoshihide Suga menangi dukungan partai untuk jadi PM Jepang
Baca juga: Jubir pemerintah Jepang: terlalu dini bicarakan era pasca-Abe


Pakar penyakit yang menasihati pemerintah mengatakan pada Rabu (2/9) bahwa gelombang kedua infeksi tampaknya memuncak pada akhir Juli tetapi tren di Osaka, Fukuoka, dan Okinawa tetap mengkhawatirkan.

Dengan hampir 70.000 kasus dan 1.327 kematian, Jepang telah melalui pandemi lebih baik daripada kebanyakan negara ekonomi besar. Banyak ahli menghubungkan keberhasilan itu dengan kebersihan dan pemakaian masker di kalangan penduduk Jepang daripada kebijakan pemerintah.

Dari sekitar 6 juta orang yang telah mengambil bagian dalam kampanye Go-To Travel pemerintah, hanya 10 infeksi yang terkait dengan program tersebut, kata Takaji Wakita, ketua panel ahli pemerintah. Meski begitu, perlu studi lebih lanjut, tambahnya.

Suga berjanji untuk menjalankan banyak kebijakan yang diprakarsai oleh Abe. Dia akan mewarisi sistem perawatan kesehatan yang hampir runtuh di bawah beban kasus COVID-19 yang serius pada April dan Mei, dan sistem birokrasi yang menjalankan tes harian jauh di bawah kapasitas.

Sistem pengumpulan data Jepang tidak mampu melacak dan menganalisis infeksi, sementara sistem peringatan kesehatan kacau, kata Kazuki Shimizu, seorang peneliti di London School of Hygiene and Tropical Medicine.

"Pemerintah secara serius perlu meninjau kesalahan sebelumnya dalam komunikasi kesehatan. Keadaan darurat kesehatan tidak boleh dikelola dengan angan-angan," kata Shimizu.

Sumber: Reuters

Baca juga: Suga calonkan diri pimpin partai berkuasa, hindari kekosongan politik
Baca juga: Suga diperkirakan akan umumkan pencalonan untuk pemilihan PM Jepang

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020