Banyak Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang tidak menjalankannya
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mempertanyakan subsidi kuota internet untuk pendidikan di bawah Kementerian agama (Kemenag).

Hidayat Nur Wahid dalam rilisnya yang diterima, di Jakarta, Jumat, mengingatkan pentingnya keberpihakan Kemenag kepada penjagaan dan peningkatan kualitas pendidikan keagamaan di era COVID-19.

Selain belum adanya program dan anggaran untuk subsidi kuota internet seperti yang diberlakukan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, keberpihakan Kemenag pada PTKIN melalui KMA 515/2020 tentang keringanan uang kuliah tunggal, tidak terimplementasi dengan baik di lapangan.

Faktanya, kata dia sebagaimana ditemukan pada raker Komisi VIII DPR dengan para rektor PTKIN 25 Agustus 2020, ketentuan dalam produk hukum tersebut tidak mengatur secara jelas, sehingga banyak Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang tidak menjalankannya.

Karena itu, HNW meminta agar mahasiswa dan dosen juga diberikan bantuan dan subsidi sebagaimana yang dilakukan oleh Kemendikbud.

“Menag, sebagaimana Mendikbud, harus serius menghadirkan program dan anggaran bantuan untuk siswa, guru, mahasiswa, dan dosen di lingkungan Kemenag, sebagai bentuk keadilan negara untuk warganya, bagian dari upaya mempersiapkan dan menghasilkan sarjana muslim moderat kelas dunia,” ujarnya pula.

Politisi PKS tersebut mengapresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang bisa menyediakan alokasi anggaran subsidi kuota internet bagi siswa, guru, mahasiswa, dan dosen senilai Rp9 triliun.

Hidayat meminta Kementerian Agama (Kemenag) meniru keberhasilan Kemendikbud dalam rangka menyediakan subsidi kuota internet untuk pelajar dan guru di madrasah serta mahasiswa dan dosen di perguruan PTKIN.

Karena peserta didik di lingkungan Kemenag yang jumlahnya cukup besar yakni 9,2 juta siswa madrasah, 780 ribu guru madrasah, 1 juta mahasiswa PTKIN itu, kata dia, juga warga Indonesia yang terdampak negatif akibat COVID-19, sama dengan peserta didik di lingkungan Kemendikbud.

"Dalam rangka memenuhi kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa secara adil, sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945 dan sila ke-2 dan ke-5 dari Pancasila, maka sudah seharusnya Menteri Agama perjuangkan pemenuhan hak bagi peserta didik di lingkungan Kemenag," katanya.

Pemenuhan hak peserta didik itu dengan menghadirkan anggaran untuk subsidi pembelian kuota internet bagi para siswa, mahasiswa, guru, dan dosen di lingkungan Kemenag, sebagaimana Kemendikbud.
Baca juga: HNW sebut DPR harus dengarkan seluruh elemen tolak RUU Cipta Kerja


Padahal, lanjut dia, Kemendikbud sudah dapat tambahan dana BOS untuk sekolah terdampak COVID-19 Rp3,2 triliun, lalu kini dapat lagi subsidi kuota internet Rp9 triliun.

"Sementara sekolah keagamaan di lingkungan Kemenag hanya mendapatkan bantuan pesantren dan madrasah senilai Rp2,6 triliun, tanpa ada subsidi pembelian kuota internet yang juga sangat diperlukan oleh para peserta didik, tentu itu pendidikan berwarga negara yang tidak adil dan tidak proporsional,” ujarnya.

HNW yang juga anggota DPR-RI Komisi VIII sebagai mitra Kemenag menyebutkan, sejak raker di DPR 8 April 2020, Kemenag sudah menyepakati keputusan rapat kerja mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan belajar jarak jauh.

Selain itu, kata HNW pula, kemungkinan penggunaan dana abadi pendidikan untuk membantu guru pendidikan Islam dan mahasiswa Indonesia yang kuliah di perguruan tinggi keagamaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang terdampak oleh COVID-19.

Namun, menurut Hidayat hingga saat ini yang sudah masuk di anggaran negara, baru bantuan untuk pesantren dan madrasah senilai Rp2,6 triliun, sangat jauh dari anggaran untuk Kemendikbud.
Baca juga: HNW usulkan MPR segera bentuk Mahkamah Kehormatan

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020