Aljazair (ANTARA) - Otoritas Aljazair telah menetapkan 1 November sebagai tanggal referendum tentang konstitusi baru yang bertujuan untuk meningkatkan demokrasi dan memberi parlemen peran yang lebih besar, menurut kantor kepresidenan pada Senin, setelah protes selama berbulan-bulan menuntut reformasi.

Terpilih pada Desember lalu, Presiden Abdelmadjid Tebboune telah berulang kali berjanji untuk memperkenalkan reformasi politik dan ekonomi.

Presiden Abdelmadjid juga berjanji untuk memenuhi tuntutan yang diajukan dalam demonstrasi yang menggulingkan presiden veteran Abdelaziz Bouteflika pada April 2019.

Konstitusi baru akan memberi perdana menteri dan parlemen kekuasaan lebih untuk memerintah negara Afrika Utara berpenduduk 45 juta orang itu, menurut sebuah draf yang dirilis awal tahun ini.

Baca juga: Militer Aljazair tak dukung siapa pun dalam pilpres Desember
Baca juga: Dua mantan kepala intelijen Aljazair divonis 15 tahun penjara


Pemerintah mengatakan draf tersebut, yang membatasi masa jabatan presiden pada dua mandat, akan diserahkan ke parlemen untuk diperdebatkan dan disetujui sebelum referendum.

Tanggal referendum diumumkan setelah pertemuan Tebboune dengan kepala otoritas pemilihan Mohamed Chorfi pada Senin pagi, kata kantor kepresidenan dalam sebuah pernyataan.

Protes massa meletus pada Februari tahun lalu untuk menolak rencana Bouteflika untuk mendapatkan masa jabatan kelima setelah 20 tahun berkuasa.

Massa juga menuntut pengunduran diri dari pengawal lama serta orang-orang yang terlibat dalam korupsi.

Beberapa pejabat senior, termasuk dua mantan perdana menteri, beberapa menteri dan pengusaha terkemuka, telah dipenjara sejak saat itu karena tuduhan korupsi.

Pemerintah melarang demonstrasi pada Maret tahun ini sebagai bagian dari langkah-langkah untuk membatasi penyebaran virus corona baru.

Reuters

Baca juga: Dua hari jelang pemilu, Aljazair vonis penjara dua mantan PM
Baca juga: PM Aljazair akan mengundurkan diri

Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020