Memelihara persahabatan perhatikan tiga hal: ketika berhadapan menghargainya, di belakang memujinya, dan membantu saat dia membutuhkan

Mungkin pepatah China yang sangat populer itu melandasi Presiden Xi Jinping dalam menjalin persahabatan dengan Presiden Indonesia Joko Widodo. Lihatlah Presiden Xi dan Jokowi saling menghargai, memuji dan membantu. Tidak saling memaki, membenci atau perang urat syaraf di media massa. Saat terjadi ketegangan di Natuna, akhir 2019 akibat aksi kapal nelayan dan penjaga pantai China (Coast Guard China) yang mengitari perairan Natuna, Kepulauan Riau. Aktivitas mereka terpantau ada di perbatasan dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, berdasarkan konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS).

Indonesia meresponnya melalui Kementerian Luar Negeri RI. Dalam rilis Kemenlu pada 30 Desember 2019 menilai pelayaran tersebut termasuk kegiatan ilegal, unreported and unregulated (IUU) fishing dan kedaulatan oleh coast guard atau penjaga pantai China di perairan Natuna.

"China adalah salah satu mitra strategis Indonesia di kawasan. Kewajiban kedua belah pihak untuk terus meningkatkan hubungan yang saling menghormati, dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan," tulis rilis Kemenlu RI.

Walhasil ketegangan itu pun mereda seperti tak terjadi apa-apa baik di Indonesia mupun di China. Bandingkan ketika China berkonflik dengan Jepang, ketegangan tidak hanya terjadi di tingkat internasional, di dalam negeri China pun bergolak. 

Pelajar dan mahasiswa turun ke jalan, membakar hampir semua produk negeri Sakura itu. Tahun 2011-2014 saya berada di Kota Nanchang, Provinsi Jangxi menyelesaikan S2 Master Jurnalisik di Nanchang University (NCU). Saya menyaksikan pemandangan mengerikan bagaimana warga Kota Nanchang meluapkan kebencian mereka dengan membakar kendaraan produk Jepang yang mereka jumpai.

Memang sebaiknya membangun persahabatan friendship tidak hanya berhenti di tingkat elite politik sebuah negara tetapi meluas dan mengakar sampai ke tingkat masyarakatnya. Para pengusaha, pelaku ekonomi, politisi, profesional, agamawan, pelajar dan mahasiswa dibangun kesadaranya tentang pentingnya membangun friendship Indonesia-China.

Kalau pembangunan berbasic rasa ini berhasil, persahabatan warga dua negara ini tak akan tergoyahkan oleh isu apapun. Bagi sebagian kecil warga Indonesia, isu tentang China itu seksi sekali. Sehingga peristiwa apapun yang berhubungan dengan China digoreng-goreng melalui medsos. Sudah berapa banyak orang Indonesia yang mendekam di penjara gara-gara menyebarkan beritaa bohong (hoax) atau ujaran kebencian (hatespeech) di media sosial. 

Kasus yang paling aktual adalah polisi menangkap seorang pria AC (35) yang diduga melakukan penyebaran isu, soal adanya seragam tentara China yang dicuci di laundry wilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Penangkapan itu dilakukan lantaran, perbuatannya dinilai telah menimbulkan rasa kebencian maupun permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat. Pasalnya, ternyata seragam tersebut bukan milik tentara China seperti yang AC sebut dalam video yang dibuatnya hingga viral.

"Informasi yang disampaikan adalah informasi yang tidak benar sehingga terhadap tersangka kami jerat dengan Pasal 45 huruf A Ayat 2 juncto Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Budhi Herdi Susianto saat dikonfirmasi, Rabu (29/7).

Demikian pula berita soal 5.000 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di PLTU Morowali, Sulawesi Tengah seolah-olah melengkapi kabar seksi tentang China. Belum lagi soal Muslim Uighur Xinjiang, komunis dan isu-isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) seringkali muncul di medsos dengan sumber berita yang tidak jelas.

Pandemi Corona  

Bencana Pandemi Corona yang kali pertama muncul di Kota Wuhan, China kini menyebar ke seluruh dunia. Hingga Kamis 30 Juli 2020 pukul 07.10 wib seperti dilansir TribunStyle.com dari worldometers.info kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai 17.162.629 kasus. Kematian akibat Covid-19 kini berjumlah 669.096 jiwa. Yang berhasil sembuh sebanyak 10.672.779 orang.

Menariknya China yang kali pertama muncul kasus Corona sekarang turun ke peringkat 28. Worldometers.info) merilis Amerika Serikat, Brazil, dan India hingga kini masih menjadi 3 negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi.

Berdasarkan data Rabu pagi (29/7), jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat telah melebihi 4 juta kasus.

Bagi Indonesia-China, Covid-19 ini merupakan musibah sekaligus ujian persahabatan. Lihatlah bagaimana Presiden Xi Jinping meyakinkan sahabatnya Presiden Jokowi dan dunia bahwa perjuangan China menghentikan penyebaran wabah Virus Corona akan segera terjawab. Presiden Xi meyakinkan perekonomian Tiongkok tidak akan jatuh seperti prediksi banyak negara. Kekuatan ekonomi, sosial kemasyarakatan suku Tionghoa di dalam negeri maupun di luar negeri tidak disangka begitu kuat dan cepat terbangun membahana diseluruh dunia dan memberi dukungan spirit dan material yang dahsyat dengan slogan Jiayou Wuhan-Jiayou Zhong Guo (semangat Wuhan, semangat China).

Bahkan Presiden Xi secara khusus menelepon Presiden Jokowi sebagai mitra dagang utama kedua Negara. Xi Jinping merasa penting meyakinkan sahabatnya Presiden Jokowi bahwa bencana Corona dapat diatasi oleh China dengan kecanggihan teknologi dan ahli-ahlinya yang cerdas dan kompeten yang mampu bekerja secara kilat menemukan vaksinnya. Xi Jinping juga menjanjikan bahwa proses penanganan, penelitian dan penemuan-penemuan akan dijalankan secara terbuka dan transparan untuk kepentingan masyarakat RRC dan dunia.

Kita berharap warga negara Indonesia yang sedang berada di seluruh wilayah RRC mendapatkan jaminan penanganan dan pelayanan yang baik tanpa ada perbedaan dengan masyarakat setempat.

Dan ucapan Xi dibuktikan dengan mendatangkan bantuan ke Indonesia dalam bentuk Alat Pelindung Diri (APD) yang hingga kini terus mengalir. Presiden Xi dan Presiden Jokowi sedang mengajari kita memelihara persahabatan perlu saling menghargainya, memujinya, dan membantu saat mereka membutuhkan. Jiayou Yinni, Jiayou Zhong Guo.

Penulis adalah Sekretaris MUI Jawa Tengah, alumni Nanchang University, Jiangxi Province, RR China

Pewarta: Agus Fathuddin Yusuf
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020