Jakarta (ANTARA) - Dokter Paru Rumah Sakit Persahabatan dr. Andika Chandra Putra mengatakan potensi asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dapat mempermudah risiko seseorang terkena COVID-19.

"Kalau memperbanyak COVID-19 mungkin tidak. Tapi, meningkatkan risiko menjadi lebih mudah terpapar COVID-19 atau mungkin  memperparah kondisi para pasien COVID-19, bisa jadi," katanya melalui sambungan telepon dengan ANTARA di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Doni Monardo: Asap akibat karhutla bisa tingkatkan risiko COVID-19

Ia mengatakan asap karhutla yang mungkin terhirup akan membawa zat-zat yang terbakar ke dalam saluran pernapasan, sehingga menyebabkan cedera pada saluran tersebut, terutama paru-paru.

"Jadi kalau terinhalasi, zat yang terbakar tadi, dapat menyebabkan kerusakan paru. Kerusakan paru ini tentu mempermudah seseorang yang mungkin sudah terinfeksi COVID-19 menjadi semakin berat kondisinya," katanya.

Kemudian, pada orang-orang yang belum tertular COVID-19 tetapi paru-parunya sudah rusak, risiko menjadi sakit COVID-19 juga menjadi lebih mudah. Sama seperti pada penderita komorbid. "Misalnya, karena TBC paru. Itu karena paru-parunya sudah rusak, pertahanan parunya bisa menjadi tidak optimal," ujar dia.

Baca juga: Dokter paru: Pasien sembuh dari COVID-19 berisiko alami fibrosis

Baca juga: Dokter paru imbau masyarakat patuhi larangan mudik cegah penyebaran


Andika menekankan bahwa setiap tubuh manusia pada dasarnya dikaruniai mekanisme pertahanan tubuh yang cukup baik.

"Ada rambut-rambut hidung yang berfungsi sebagai penangkal benda-benda asing atau debu, sehingga kalau partikelnya besar bisa tertahan lebih dahulu. Begitu juga di bronkus. Di saluran napas kita itu ada lendir yang kita kenal sebagai dahak. Dahak tersebut sebenarnya merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh agar dapat menangkap benda-benda asing seperti debu, bakteri atau virus yang bisa kita keluarkan melalui batuk," kata Andika menjelaskan.

Namun demikian, pada orang-orang yang paru-parunya sudah rusak karena kemungkinan menghirup zat-zat yang dihasilkan dari karhutla, mekanisme pertahanan tubuhnya menjadi terganggu, sehingga tidak optimal dalam menangkal zat-zat berbahaya ataupun virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19.

Baca juga: Antisipasi gelombang kedua corona, dokter paru desak karantina wilayah

Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020