Kendari (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta bantuan Kejati Jawa Timur (Jatim) untuk menahan tersangka korupsi yang saat ini sedang mereka usut.

"Kita telah meminta bantuan Kejati Jawa Timur, Kejari Surabaya, Kejari Jakarta Barat untuk menahan para tersangka, namun sampai sekarang belum ada hasilnya," kata penyidik Kejati Sultra Abuhar kepada mahasiswa yang berunjuk rasa di kantornya, Kamis.

Abuhar menjelaskan para tersangka yang disebutnya itu merupakan tersangka pada kasus pengadaan peralatan "marching band" bagi delapan madrasah tsanawiyah yang berada di lingkup Kanwil Departemen Agama (Depag) Sultra senilai Rp455 juta.

"Tersangka ini ada yang tinggal di Surabaya dan ada juga yang tinggal di Jakarta Barat. Mereka adalah rekanan Depag Sultra dalam pengadaan itu. Sehingga kita meminta bantuan Kejari Surabaya dan Jakarta Barat," katanya.

Akibat belum adanya realisasi dari permintaan tersebut, pihak kejati belum bisa melanjutkan proses hukum itu kendati telah dilakukan pengusutan selama berbulan-bulan.

Lambannya upaya penyidikan yang dilakukan Kejati Sultra ini pun mendapat kritikan dari mahasiswa. Mereka kembali mendatangi kantor Kejati Sultra untuk mempertanyakan sejauh mana pengusutan kasus korupsi itu.

Mahasiswa yang mengatasnamakan diri Majelis Pro Rakyat (MPR) Sultra ini datang dengan tuntutan agar Kejaksaan segera melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka pada kasus korupsi tersebut.

"Kami juga meminta Kakanwil Depag Sultra Abdul Muis segera diperiksa karena merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi di institusi yang dipimpinnya," kata Koordinator Lapangan MPR Sultra Abdillah Munawir dalam orasinya sebelum ditemui sejumlah pejabat Kejati.

Selain mendapat penjelasan dari Abuhar, pengunjuk rasa juga mendapat penjelasan dari Asisten Intelijen Kejati Sultra Suleman Hadjarati dan Asisten Pengawasan Suripto Widodo. Bahkan dengan Suripto, para mahasiswa ini sempat terjadi adu mulut.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009