Pembacaan dakwaan hari ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuktikan keseriusan penyelesaian kasus tersebut
Jakarta (ANTARA) - Kasus tindak pidana (TP) perbankan oleh mantan direktur utama Bank of India Indonesia (BOII) Ningsih Suciati dibuka kembali setelah tahunan mangkrak.

"Sidang pembacaan dakwaan hari ini oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuktikan keseriusan penyelesaian kasus tersebut," jelas pengacara pelapor, Tommy S Bhail usai sidang di PN Jakarta Pusat, Selasa.

Tommy menjelaskan kronologi kasus tersebut dimulai pada 2008 saat Rita Kishore mewakili PT. Ratu Kharisma selaku pemberi kuasa mengambil kredit dari pihak PT. Bank Swadesi Jakarta, sekarang PT. Bank of India Indonesia selaku penerima kuasa diwakili Ningsih Suciati selaku direktur.

Rita Kishore menggunakan jaminan kredit berupa sebidang tanah seluas 1.520 M2, berikut Bangunan seluas 1.160 M2 terletak di Jalan Dewi Saraswati III No. 9 RK, Seminyak Bali sekarang Jl. Kunti Utara No. 9 RK, Seminyak, Kuta–Bali). Saat pengambilan kredit itu di 2008, nilai taksasi jaminan sebesar Rp15,31 miliar.

PT Ratu Kharisma mengambil kredit sebanyak dua kali dengan nilai Rp6,5 miliar dan Rp4 miliar, sehingga total kredit Rp10,5 miliar. Perusahaan telah membayar kredit sebagai bukti keseriusan sebesar Rp3,5 miliar sehingga sisa hutang sebesar Rp7 miliar.

Dalam perkembangannya PT Ratu Kharisma selaku debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit, namun debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit dilakukan restrukturisasi.

Namun, PT BOII menolak pemohonan restrukturisasi yang diajukan berkali-kali oleh pihak PT. Ratu Kharisma tanpa melalui melakukan pengkajian permohonan tersebut berdasarkan ketentuan Bank Indonesia.

Kemudian pada 2009, PT BOII menganggap PT Ratu Kharisma gagal membayar kredit dan mengambil tindakan melelang aset jaminan berupa tanah dan bangunan di Denpasar - Bali.

Februari 2010, lelang pertama kali dilakukan PT BOII dengan menggandeng Balai Lelang Denpasar. Karena tidak ada pembeli, proses lelang berlangsung selama lima kali hingga Februari 2011. Jaminan tersebut laku terjual sebesar Rp6,3 miliar pada lelang kelima.

Merasa tidak puas dengan tindakan sepihak PT BOII, PT Ratu Kharisma melalui Rita KP melaporkan tindak penipuan perbankan itu ke Polda Bali tertanggal 25 Juni 2011 dengan laporan bernomor LP/233/VI/2011/Bali/Ditreskrim.

Dalam prosesnya Polda Bali menghentikan kasus itu dengan mengeluarkan surat ketetapan tentang penghentian penyidikan nomor S.Tap/242b/VI/2014/Ditreskrimsus tertangal 4 Juni 2014.

Merasa tidak puas, manajeman PT Ratu Kharisma melakukan pra peradilan di Pengadilan Negeri Denpasar. PN Denpasar tertanggal 29 Maret 2016 menetapkan SP3 Polda Bali tertanggal 4 Juni 2014 tidak sah dan kasusnya wajib dilanjutkan kembali. Sehingga, pada 20 Juli 2018 kasus tersebut kemudian dialihkan ke Mabes Polri.

Selanjutnya, berdasarkan surat Bareskrim Polri tertanggal 12 Mei 2020, perihal pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) disampaikan jika kepolisian telah melakukan penyerahan tersangka Ningsih Suciati dan barang bukti ke pihak kejaksaan.

Selain itu, Mabes Polri telah menetapkan 20 tersangka baru.

Akhirnya pada, Selasa (2/6) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang pembacaan dakwaan terhadap mantan Direktur Bank of India Indonesia (BOII) Ningsih Suciati.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hadziqotul dihadapan majelis hakim yang dipimpin M Sainal mendakwa Ningsih melakukan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998 junto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Mantan Dirut Bank of India didakwa kasus tindak pidana perbankan
Baca juga: Kejahatan perbankan hampir selalu libatkan orang dalam

Pewarta: Fauzi
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020