Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK menggali potensi keterlibatan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dalam perkara lain.

Sebelumnya, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, telah ditangkap KPK, Senin (1/6) malam di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, setelah ditetapkan dalam status daftar pencarian orang sejak pertengahan Februari 2020.

"Penangkapan Nurhadi dan Rezky ini pada mulanya merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 2016 yang melibatkan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK menahan Nurhadi dan menantunya

Dalam perkara itu, kata dia, diduga Nurhadi juga mengambil peran penting. Setidaknya ada beberapa temuan yang mengarahkan dugaan keterlibatan Nurhadi.

"KPK sempat menggeledah rumah Nurhadi pada April 2016 lalu. Dalam kegiatan itu, KPK menemukan uang senilai Rp1,7 miliar dan beberapa dokumen perkara. Tentu hal ini relevan untuk digali kembali untuk mencari dugaan keterlibatan Nurhadi," ujar dia.

Selanjutnya pada Januari 2019, dalam persidangan dengan terdakwa Eddy Sindoro, staf legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian, mengatakan mantan presiden komisaris PT Lippo Group itu sempat memintanya untuk membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi.

Baca juga: Deputi Penindakan KPK ungkap cara ringkus Nurhadi dan menantunya

"Adapun memo ini terkait dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro. Dalam dakwaan Eddy Sindoro, nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy Nasution," kata Ramadhana.

Saat itu, Nurhadi meminta agar berkas perkara PT Across Asia Limited segera dikirim ke Mahkamah Agung. Padahal perkara tersebut diketahui dijadikan bancakan korupsi oleh Nasution dengan menerima suap dari mantan presiden komisaris PT Lippo tersebut.

Selain itu, ICW juga meminta KPK menelusuri keberadaan pihak lain yang diduga terkait dengan Nurhadi.

"Proses penanganan perkara yang dilakukan oleh KPK terhadap mantan sekretaris MA ini kerap kali menemui jalan terjal. Utamanya perihal dugaan keterlibatan beberapa pihak yang sulit untuk dimintai keterangannya oleh KPK," ujar dia.

Baca juga: KPK buka kemungkinan tindak pihak yang bantu pelarian Nurhadi

Dalam catatan ICW, setidaknya ada tiga pihak yang hingga saat ini tidak kooperatif memenuhi panggilan KPK sebagai saksi.

Pertama, Royani yang merupakan sopir Nurhadi.

"Diduga kuat Royani yang berstatus sebagai supir pribadi dari Nurhadi mengetahui dugaan keterlibatan mantan sekretaris MA ini dengan perkara yang menyeret mantan panitera Pengadilan Jakarta Pusat. Dalam hal ini KPK telah memanggil yang bersangkutan sebanyak dua kali," katanya.

Kedua, ajudan Nurhadi. Empat ajudan Nurhadi diduga mengetahui adanya transaksi antara mantan pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan Lippo Group dengan Nurhadi.

Baca juga: ICW minta KPK jerat pihak yang bantu pelarian Nurhadi

"Diketahui pada Desember 2018, KPK telah melakukan panggilan kedua terhadap empat anggota Polri yang menjadi ajudan dari Nurhadi," kata Ramadhana.

Ketiga, Rizqi Aulia Rahmi yang merupakan anak Nurhadi.

"Anak dari Nurhadi ini dipandang mengetahui konteks perkara yang menjerat Nurhadi serta suaminya, Rezky Herbiyono. Yang bersangkutan diketahui telah dua kali mangkir dari panggilan KPK," kata dia.

Untuk itu, ICW juga meminta pimpinan KPK lebih baik tidak larut dengan euforia penangkapan Nurhadi dan Herbiyono itu.

"Sebab, masih ada buronan lain yang tak kalah penting untuk segera ditangkap, di antaranya Harun Masiku, Samin Tan, Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, Izil Azhar, dan Hiendra Soenjoto," ujar Ramadhana.

Baca juga: Novel Baswedan ada di dalam tim tangkap Nurhadi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020