Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengirimkan surat kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk meminta informasi mengenai Keputusan Presiden yang mengatur pengangkatan 13 staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo.

"Pada 21 April 2020, ICW mengirimkan surat kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk meminta informasi mengenai Keputusan Presiden yang mengatur pengangkatan stafsus Presiden," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: ICW minta Presiden copot Andi Taufan sebagai staf khusus

Baca juga: Presiden Jokowi pahami alasan Belva mundur

Baca juga: Belva Devara mundur sebagai Staf Khusus Presiden Jokowi


ICW pun, kata dia, meminta Kementerian Sekretariat Negara untuk segera membuka informasi mengenai Keputusan Presiden tentang pengangkatan stafsus Presiden tersebut.

"Informasi tersebut harus dapat diakses oleh publik luas. Sesuai dengan Pasal 21 UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik), Kementerian Sekretariat Negara harus memberikan informasi tersebut dengan prinsip cepat dan tepat waktu," ucap Wana.

Lebih lanjut, ia menyatakan pada 21 November 2019 Presiden Joko Widodo telah menunjuk 13 orang stafsus, tujuh diantaranya merupakan orang baru yang berusia muda.

"Sejak diangkat menjadi pembantu presiden, publik tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti tugas yang diemban oleh stafsus dan dasar hukum mengenai pengangkatannya," ungkap dia.

Ia menyebut dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden dinyatakan bahwa pengangkatan dan tugas pokok staf khusus Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

"Namun, berdasarkan pantauan ICW pada 21 April 2020, Keputusan Presiden mengenai pengangkatan staf khusus Presiden tidak ditemukan di laman setneg.go.id," kata Wana.

Hal itu, kata dia, tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

"UU KIP telah mengatur mengenai informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dalam Pasal 11 ayat (1) diatur bahwa keputusan dan kebijakan badan publik wajib disediakan setiap saat," tuturnya.

Ia menjelaskan aturan turunan dari UU 14/2008 yakni Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik kembali mempertegas kewajiban badan publik.

"Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b poin 6 dijelaskan bahwa informasi mengenai peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan wajib disediakan oleh badan publik," ujar dia.

Ia menegaskan keterbukaan informasi mengenai Keputusan Presiden tentang pengangkatan stafsus sangat diperlukan oleh publik.

"Dugaan konflik kepentingan yang terjadi beberapa waktu lalu telah memunculkan polemik. Polemik ini semakin diperuncing dengan ketiadaan informasi yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab stafsus beserta dasar hukum pengangkatannya," ucap Wana.

Sebelumnya, CEO Ruangguru Adhamas Belva Devara mengumumkan pengunduran diri sebagai Staf Khusus Presiden Joko Widodo.

"Berikut ini saya sampaikan informasi terkait pengunduran diri saya sebagai Staf Khusus Presiden. Pengunduran diri tersebut telah saya sampaikan dalam bentuk surat kepada Bapak Presiden tertanggal 15 April 2020 dan disampaikan langsung ke Presiden pada 17 April 2020," kata Belva melalui akun instagram miliknya pada Selasa.

Belva mengakui pengunduran dirinya dipicu dengan keikutsertaan perusahaan miliknya Ruang Guru dalam program Kartu Prakerja yang mendapat banyak kritik dari masyarakat.

Baca juga: Wasekjen Demokrat anjurkan kedua capres bubarkan koalisi

Baca juga: Anas jadi capres bila turuti SBY

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020