Pontianak (ANTARA) - Wakil Gubernur Kalimantran Barat Ria Norsan mengharapkan ada kajian yang mendalam terkait rencana pemerintah pusat untuk menata tenaga honor.

"Saya sebenarnya tidak ingin terlalu banyak komentar soal ini, karena ini baru wacana. Namun, menurut saya, boleh saja dihapus atau ditata, tapi harus ada kajian yang mendalam dan ada solusi yang konkret terkait rencana itu," kata Ria Norsan di Pontianak, Selasa.

Dia mengungkapkan saat ini jumlah tenaga honor di daerah sangat banyak, dan jika nantinya akan dihapus, maka ada ratusan ribu orang yang tidak memiliki pekerjaan.

Hal itu secara otomatis juga akan mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat, dimana banyak instansi pemerintahan menggunakan tenaga honor, terutama sekolah-sekolah yang ada di daerah.

"Saya setuju, jika pemerintah melakukan pengangkatan tenaga honor menjadi tenaga PPPK, dimana ini merupakan solusi terbaik. Tinggal bagaimana penyelesaian proses administrasinya yang perlu diperjelas," kata Ria Norsan.

Baca juga: Kementerian PANRB perbolehkan pemda tambah pegawai honorer

Baca juga: Anggota Komisi II DPR jelaskan terkait penghapusan tenaga honorer

Baca juga: Kemenpan RB: Guru honorer, dosen, tenaga kesehatan prioritas CPNS PPPK


Terkait wacana penghapusan tenaga honorer tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo mengatakan pada intinya, pemerintah pusat tidak mengurusi perekrutan tenaga honorer di daerah selain ASN. Namun, terkait wacana penghapusan tenaga honorer tersebut dirinya lebih setuju jika menggunakan istilah penataan.

"Bukan penghapusan, tapi penataan," katanya, belum lama ini.

Dia menyatakan pegawai pusat itu hanya ada pegawai resmi atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau disingkat P3K.

"Tenaga honorer daerah itu jangan dijanjikan jadi pegawai negeri, akan jadi beban pusat nantinya termasuk pensiunnya," ucap Tjahjo.

Karena, kata dia, pegawai negeri sipil itu harus pintar (smart), harus sesuai kebutuhan, mengurangi tenaga administrasi, tidak berlebihan juga tidak kurang.

"Kalau yang masih kurang saat ini diserahkan kepada bupati/wali kota dan gubernur, mau mengangkat berapa saja, seperti DKI, karena APBD besar, bisa berapa saja, pasukan gorong-gorong, kebersihan, pasukan bencana alam, ya, gaji sesuai upah minimum regional (UMR)," katanya.

Ini, kata dia, bisa bersifat alih daya (outsourcing), sehingga istilahnya menjadi penataan, bukan penghapusan tenaga di luar ASN di pemerintahan.

Sebab jika tidak ditata dari sekarang akan menjadi tumpang tindih status kepegawaian di pemerintahan, sehingga banyak aksi. Demo tenaga honor, padahal harusnya tidak perlu itu, tenaga honor menjadi urusan daerah, sesuai kemampuan daerah.

"Jangan honor dijanjikan, kamu tenaga kebersihan (cleaning service) nanti akan jadi CPNS, inikan berat, padahal ada yang lebih utama, tenaga guru, kesehatan, tenaga penyuluh desa, peternakan, pertanian dan perairan," ujarnya.*

Baca juga: Kemenpan RB luruskan persepsi isu penghapusan tenaga honorer

Baca juga: Gubernur Kepri tolak kebijakan menghapus tenaga honorer

Baca juga: Gubernur pastikan tidak ada penghapusan tenaga honorer di Sulsel

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020