Alat tersebut berupa "lengthboard" atau "stadiometer" yang telah dimodifikasi sehingga bisa cepat dan tepat mendeteksi stunting pada balita sesuai umur dan jenis kelaminnya
Depok (ANTARA) - Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang diketuai oleh Ir Siti Arifah Pujonarti mengembangkan alat yang mudah, cepat, dan tepat mendeteksi "stunting" (kekerdilan anak)  pada balita.

"Alat tersebut berupa 'lengthboard' atau 'stadiometer' yang telah dimodifikasi sehingga bisa cepat dan tepat mendeteksi stunting pada balita sesuai umur dan jenis kelaminnya," kata Siti Arifah di Kampus UI Depok, Jabar, Senin.

Untuk memaksimalkan penggunaannya, Tim Pengmas FKM UI memberikan edukasi kepada kader posyandu mengenai stunting dan cara penggunaan alat tersebut yang dilakukan sejak Juli pada tiga titik posyandu terpilih, yaitu Posyandu Teratai Putih 2, Posyandu Cempaka dan Posyandu Wijaya Kusuma.

"Setalah diberikan pelatihan, tim Pengmas UI juga melakukan pemantauan setiap bulan di setiap posyandu hingga bulan Desember 2019," katanya.

Siti mengatakan selama ini, kader posyandu hanya melakukan pengukuran panjang/tinggi badan balita, sedangkan penentuan status stunting tidaknya dilakukan oleh petugas gizi Puskesmas.

Diharapkan dengan adanya kemudahan pada alat ukur di puskesmas, stunting dapat lebih dini diketahui.

Semakin cepat stunting dideteksi, katanya, maka semakin cepat upaya pencegahan atau penanganan dapat diberikan. Selain itu, pihaknya juga melakukan pembekalan informasi mengenai Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bergizi seimbang sesuai dengan tahapan usia anak.

Berdasarkan Riskesdas Kemenkes tahun 2018, lebih kurang 1 diantara 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Stunting merupakan kondisi malnutrisi kronis yang menyebabkan tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya.

Salah satu Guru Besar FKM UI Prof dr Endang L. Achadi menjelaskan bahwa permasalahan stunting bukan hanya tentang ukuran fisik yang pendek, tetapi lebih pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan dengan proses terjadinya hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh lainnya, termasuk otak.

Artinya, seorang anak yang menderita stunting kemungkinan besar juga akan berisiko mengalami kurangnya kemampuan kognitif yang menyebabkan anak kurang cerdas.

Selain itu, hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain seperti jantung, ginjal, dan lainnya akan meningkatkan risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) di usia dewasa, seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan lainnya, demikian Endang L. Achadi.

Baca juga: Menteri Edhy sebut gagal tumbuh salah satu masalah terbesar bangsa

Baca juga: UI terjun langsung atasi permasalahan masyarakat

Baca juga: BATAN ikut usaha turunkan stunting dengan manfaatkan teknologi nuklir


 

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019