Baghdad (ANTARA) - Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengumumkan pengunduran dirinya pada Jumat setelah ulama senior Muslim Syiah negara tersebut menyeru parlemen untuk mempertimbangkan kembali dukungannya terhadap pemerintah, yang diguncang kerusuhan selama beberapa pekan.

"Dalam menanggapi seruan ini, dan agar mempermudah secepat mungkin, saya akan mengajukan kepada parlemen permintaan (untuk menerima) pengunduran diri dari kepemimpinan pemerintah saat ini," bunyi pernyataan yang ditandatangani Abdul Mahdi.

Dalam pernyataan itu tidak disebutkan kapan ia akan mundur. Parlemen akan menggelar sidang darurat pada Minggu untuk membahas krisis tersebut.

Ayatullah Ali al-Sistani sebelumnya mendesak parlemen agar mempertimbangkan ulang penarikan dukungannya pada pemerintah Abdul Mahdi guna membendung peningkatan kekerasan.

Sementara itu, pasukan pemerintah menembak mati sedikitnya tiga orang di kota selatan Nassiriya saat bentrokan terus berlanjut.

Pasukan Irak membunuh hampir 400 demonstran, yang kebanyakan adalah pemuda dan tak bersenjata, sejak massa protes antipemerintah meletus pada 1 Oktober. Lebih dari belasan anggota pasukan keamanan juga tewas dalam bentrokan tersebut.

Pembakaran gedung Konsulat Iran di kota suci Najaf pada Rabu (27/11) meningkatkan kekerasan sekaligus menuai respons brutal dari pasukan keamanan, yang menembak mati lebih dari 60 orang dari seluruh penjuru pada Kamis.

Kerusuhan tersebut merupakan krisis terbesar yang dialami Irak selama beberapa tahun.

Sumber: Reuters

Baca juga: Menlu Irak minta maaf atas serangan terhadap Konsulat Iran di Najaf

Baca juga: Pasukan Irak tewaskan 28 pengunjuk rasa

Baca juga: Pemrotes Irak tutup jalan untuk percepat reformasi

 

Qori Irak Kunjungi Masjid Istiqlal

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019