Kediri (ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kota Kediri, Jawa Timur, KH Anwar Iskandar mengatakan bahwa pro kontra sosok Menteri Agama Fachrul Razi seharusnya tidak diperpanjang, sebab saat ini yang harus dipikirkan adalah membentengi negara dari radikalisme.

"Menteri itu disesuaikan dengan tupoksi. Pejabat disesuaikan dengan tupoksi. Tugas berat sekarang ini seperti yang dikatakan Presiden, bentengi negara ini dari radikalisme," kata Anwar Iskandar (Gus War) dalam acara bedah buku fiqih kebangsaan II dalam peringatan Hari Santri di PP Al Amien, Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kota, Kediri, Minggu.

Dia mengatakan, dalam mengatasi radikalisme dibutuhkan prinsip the right man on the right place. Sosok menteri agama sekarang ini berlatar belakang seorang tentara, yang diyakini nasionalisme kuat termasuk pemahaman politik juga kuat.

"Berlatar belakang TNI, kami yakini nasionalisme kuat, juga pemahaman politik cukup. Walaupun tidak berbasis pendidikan agama tapi punya pemahaman yang cukup tentang politik dan strategi selamatkan negara. Itu penting," kata dia.

Ia juga menambahkan, jika ada kekurangan tentang sosok Menteri Agama yang telah dipilih saat ini bisa dibantu oleh wakilnya termasuk dirjen yang bertugas. Nantinya, dari kementerian agama juga bisa merangkul tokoh agama, kiai, maupun ulama untuk ikut memerangi radikalisme yang sekarang ini sudah merebak kemana-mana.

Gus War, sapaan akrabnya juga mendukung penuh seminar ini, dimana dalam acara tersebut turut serta dihadiri para gus dan ning dari berbagai pondok pesantren di Kota Kediri. Mereka bisa memahami Islam yang sebenarnya, sehingga bisa menyikapi tentang negara bangsa.

"Negara ini adalah negara bangsa dan bukan negara agama. Sistemnya juga harus sistem kebangsaan bukan sistem yang berbasis lainnya. Jadi, kiai paham tidak terpengaruh oleh paham yang bertentangan dengan negara bangsa dan Pancasila seperti radikalisme, liberalisme, komunisme," kata Gus War.

Ia juga berharap para peserta dalam kegiatan ini nantinya ikut serta memberikan pemahaman tentang negara bangsa ini ke para santrinya, mengingat santri nantinya juga menjadi calon pemimpin.

"Karena kalau mereka tidak dibentengi dengan nasionalisme dan kebangsaan yang kuat apalagi terpapar radikalisme. Akan berbahaya bangsa ini jika dipimpin orang yang tidak sesuai dengan dasar negara Pancasila dan sistem negara. Tugas gus dan ning dan ini bentengi negara dari bahaya radikalsime dan ini bagian NU untuk pertahankan diri," kata dia.

Sementara itu, panitia bedah buku fiqih kebangsaan II, KH Oing Abdul Muid Shohib mengatakan kegiatan tersebut sengaja digelar. Selain bagian dari peringatan Hari Santri, 22 Oktober sekaligus ingin memberikan pemahaman tentang kebangsaan pada gus dan ning serta para santri menjadi lebih baik lagi.

"Jangan ada yang salah di Indonesia. Salah tapi kelihatannya benar. Islam disampaikan dengan simbol. Islam seolah agama pedang, padahal sejarahnya Nabi Muhammad SAW tidak perang jika tidak dimulai," kata dia.

Gus Muid juga menambahkan bentuk NKRI bukan tanpa dasar. Para ulama dan tokoh bangsa telah merumuskan negara ini juga berdasarkan Al Quran dan hadits. Untuk itu, ia berharap dengan adanya kegiatan ini segala hal bisa diluruskan dan bisa diteruskan ke masyarakat luas tentang Islam rahmatan lil 'alamin.

Kegiatan itu ikut selain dihadiri Pengasuh PP Al Amien, Ngasinan, Kota Kediri KH Anwar Iskandar juga dihadiri jajaran pengurus PCNU Kota Kediri, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar, para gus, ning, dan perwakilan santri dari sejumlah pondok pesantren di Kota Kediri. 
​​
Baca juga: Kiai kampung Jatim soroti pernyataan fungsionaris PBNU tentang menag

Baca juga: Wantim MUI: Historis terabaikan dalam penunjukkan Menag dan Mendikbud

Baca juga: Presiden Jokowi harapkan Menag Fachrul Razi utamakan toleransi

Baca juga: ICMI anjurkan Menag jalin komunikasi dengan Nahdlatul Ulama

 

Alasan Presiden Jokowi pilih Menteri Agama dari TNI

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019