"Kami susah mendapatkan solar. Kadang antre menunggu di SPBU hingga satu malam bahkan dua hari juga pernah," ujar Madan, sopir truk.
Banjarbaru (ANTARA) - Antrean truk dan jenis mobil lainnya yang berbahan bakar solar kerap terlihat mengular di depan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dugaan adanya praktik pelangsiran mengemuka dan seakan sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat di Bumi Lambung Mangkurat yang menduga solar bersubsidi disalurkan untuk kepentingan industri, seperti tambang dan perkebunan.

"Kami susah mendapatkan solar. Kadang antre menunggu di SPBU hingga satu malam bahkan dua hari juga pernah," ujar Madan, sopir truk yang ditemui ketika mengantre solar di SPBU Landasan Ulin Jalan Ahmad Yani Km 23, Banjarbaru, Jumat siang.
Baca juga: Krisis BBM Berkepanjangan, Pengangkut "Kencing" Di Tengah Jalan

Madan mengakui, banyak SPBU, namun sulit untuknya mendapatkan solar. Jika pun dapat, jumlah pembeliannya dibatasi oleh SPBU.

"Saya mewakili para sopir angkutan truk berharap aktivitas pelangsiran bisa diberantas oleh petugas, agar kami yang benar-benar membutuhkan solar untuk aktivitas sehari-hari tidak terkena imbasnya," ujar sopir angkutan untuk Garuda Food Liang Anggang Banjarbaru itu pula.

Madan juga memuji aturan antrean di SPBU Landasan Ulin tersebut. Menurut dia, pihak SPBU sudah mengantisipasi praktik pelangsiran dengan pembatasan pembelian hanya 100 liter solar sekali mengisi.
Baca juga: Antrean panjang dapatkan solar belum berakhir di SPBU Kalsel

Kemudian ada yang mengatur antrean agar teratur, sehingga antarsopir tak saling berebut dan yang mendapat giliran sesuai jadwal kedatangannya.

"Kalau di SPBU lainnya antrean tidak ada yang ngatur. Bahkan kadang ada satu unit truk bisa mengisi lebih dari 250 liter. Belum lagi mobil jenis lain yang sudah dimodifikasi tangkinya untuk memuat solar lebih banyak," ujarnya pula.
Madan bersama para sopir truk yang sedang mengantre solar di SPBU Landasan Ulin Banjarbaru. (ANTARA/firman)


Wakil Pengawas SPBU 6470607 Landasan Ulin Banjarbaru Abdullah Abdi mengungkapkan, saat ini pihaknya hanya mendapatkan pasokan solar bersubsidi seharga jual Rp5.150 per liter sebanyak 8.000 liter per hari dari Pertamina. Jika pasokan dari tangki Pertamina tiba, jumlah tersebut ludes hanya dalam 3 sampai 4 jam.

"Setiap truk PS kami batasi ngisi 100 liter. Sedangkan truk fuso 200 liter. Untuk keamanan di lapangan mengatur antrean truk, kami kerja sama dengan petugas terkait dan juga pihak RT atau masyarakat setempat," katanya.
Baca juga: Persediaan solar di Kalsel cukup

Abdi juga menuturkan, SPBU yang diawasinya juga menerapkan aplikasi Survei Pengguna Biosolar yang diminta Pertamina, sehingga penggunaan bahan bakar minyak jenis biosolar bersubsidi lebih tepat sasaran. Setiap kendaraan yang mengisi akan didata nomor polisi dan langsung masuk laporannya di Pertamina secara online.

Menurut Abdi lagi, pembatasan pasokan solar diketahuinya dilakukan Pertamina untuk masa peralihan mengganti penggunaan solar bersubsidi ke Pertamina Dexlite dan Pertamina DEX.

"Kalau diibaratkan dengan bahan bakar premium atau bensin, Pertamina Dexlite merupakan pertalite dan Pertamina Dex merupakan pertamax," ujarnya lagi.

Kasubdit IV Tipidter Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel AKBP Endang Agustina menyatakan, penindakan terhadap penyelewengan BBM solar bersubsidi terus dilakukan. Meski praktiknya tidak semarak jika dibanding beberapa tahun silam, namun diakuinya masih ada saja bisnis ilegal pelangsiran tersebut.

"Modusnya pun bermacam-macam. Kalau dulu ada gudang penyimpanannya, sekarang ada yang tanpa gudang. Jadi pelaku hanya menyalin solar dari truk hasil pelangsiran di SPBU, kemudian dipindahkan langsung ke mobil-mobil biasa untuk dibawa ke pembeli yang sudah menunggu untuk pasokan ke berbagai tempat hingga ke provinsi tetangga di Kalimantan Tengah," katanya pula.

Endang pun memastikan akan menindak tegas jika ada keterlibatan oknum di SPBU dan tak segan-segan melakukan penyegelan terhadap SPBU yang terbukti ikut bermain dalam praktik pelangsiran.

Tak hanya di darat, penyalahgunaan solar subsidi ternyata terjadi juga di perairan. Subdit Gakkum Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalsel juga kerap mengungkapnya.

Kasus terakhir, polisi mengamankan dua unit kapal yang totalnya bermuatan sekitar 30 ton BBM jenis solar di perairan Selat Laut Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu.

Nakhoda kapal tidak bisa menunjukkan legalitas solar yang diangkutnya. Kuat dugaan, solar hasil "kencing" kapal di laut atau juga pelangsiran di darat yang kemudian dikumpulkan di satu kapal untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi ke sektor industri.

Pewarta: Firman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019