Indonesia lebih fokus pada masalah kehutanan, sawit dan energi terbarukan,
Jakarta (ANTARA) - Pemborosan pangan menjadi salah satu penyebab perubahan iklim jarang diketahui karena kurangnya pengetahuan akan limbah organik dan dampaknya kepada lingkungan terutama terkait perubahan iklim, menurut salah satu pendiri Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) Satya Hangga Yudha Widya Putra.

"Pemanasan global disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh berbagai sektor, tapi karena di Indonesia kenaikan itu lebih banyak disebabkan oleh sektor kehutanan, energi dan industri, lebih banyak fokus di bidang tersebut dibanding limbah," ungkap Hangga ketika ditemui dalam diskusi mengenai pemborosan pangan di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, karena fokus yang kurang tersebut maka orang terkadang lupa bahwa permasalahan limbah, salah satunya organik, juga turut berperan dalam perubahan iklim.

Baca juga: Pemborosan pangan ikut berperan dalam perubahan iklim

Apalagi permasalahan pemborosan pangan, ungkapnya yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik secara sadar maupun tidak.

"Indonesia lebih fokus pada masalah kehutanan, sawit dan energi terbarukan. Limbah itu diperbicarakan, baik di seminar maupun konferensi tapi tidak terlalu didalami. Karena menurut saya isu limbah makanan itu sering diremehkan dan diabaikan," tegas Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rumah Millennials itu.

Padahal, ungkapnya dalam diskusi yang diadakan oleh Tanipanen di pusat kebudayaan @america itu, sangat besar gas metana yang dihasilkan oleh limbah organik berupa sisa makanan yang sudah bercampur di tempat pembuangan akhir.

Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada CO2, yang dapat memperburuk pemanasan global yang sedang terjadi saat ini dan ikut secara langsung menjadi penyebab perubahan iklim.

Baca juga: Komnas HAM: Perubahan iklim akan jadi masalah HAM di masa depan

Oleh karena itu, pemerintah dan berbagai lembaga harus mulai menggalakkan edukasi mengenai permasalahan limbah, terutama makanan, yang disebabkan oleh pemborosan pangan.

Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) PBB tahun 2016 dan 2017 , setiap orang di Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan setiap tahun.

Angka itu menempatkan Indonesia di urutan kedua pembuang makanan terbesar di dunia setelah Arab Saudi, yang rata-rata warganya membuang 427 kg makanan per tahun.

Baca juga: Kemenkes katakan perubahan iklim pengaruhi kesehatan manusia

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019