Jakarta (ANTARA) - Fraksi PKS DPR RI meminta agar Pasal 218-220 RKUHP tentang penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dicabut karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencabut pasal tersebut sebelumnya.

"Fraksi PKS DPR RI akan mengusulkan, terkait RUU KUHP Pasal 218, 219, 220 penyerangan kehormatan dan hak martabat presiden wakil presiden dicabut," kata anggota Fraksi PKS DPR RI Al Muzzamil Yusuf, dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan beberapa alasan agar pasal penghinaan presiden itu dihapus, pertama, putusan Mahkamah Konstitusi No 13/2006 No 6/2007 yang mencabut pasal 134, 136, 137 dan Pasal 154, 155 KUHP terkait dengan penghinaan presiden.

Baca juga: DPR tunda empat RUU yang diminta Presiden

Menurut dia, putusan MK itu dengan pertimbangan yaitu menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.

"Kedua pasal penghinaan tersebut dalam rancangan KUHP mengancam sangat serius pada kebebasan pers, media massa merupakan pilar keempat demokrasi, ketika mereka mengkritisi kebijakan presiden atau wapres yang dinilai merugikan hak2 warga sipil, padahal presiden wakil presiden telah mendapatkan hak prerogatifnya yang luas sebagai pemerintah maka harusnya siap dikoreksi oleh warganya," ujarnya.

Ketiga, menurut dia, pasal penghinaan Presiden akan berpotensi menambah turunnya indeks demokrasi Indonesia pada era-Presiden Jokowi, karena BPS, hak-hak politik turun 0,84 poin pada 2017-2018, dan hak sipil turun 0,29 poin pada 2017-2018.

Kedua hak politik dan aspek kebebasan sipil ini adalah indikasi dari melemahnya nilai demokrasi Indonesia, karena itu pasal penghinaan presiden itu harus dicabut.

Dia juga meminta RKUHP yang sudah dibahas antara DPR dengan pemerintah agar disahkan periode ini sebagai bagian dari suksesnya reformasi hukum kita mengakhiri penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari satu abad.

Baca juga: Presiden persilakan masyarakat sampaikan masukan kepada DPR

Pasal 218 ayat (1)​ Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 218 ayat (2)​ menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219 menyebutkan Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4,5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Dan Pasal 220 ayat (1)​Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) ​Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Baca juga: Ilmuwan ajak masyarakat harus awasi RKUHP

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019