Jakarta (ANTARA) - Hampir sebagian mukanya menghitam tercoreng oleh arang mungkin tak sengaja Indok Lonjok (70) menyeka keringat dengan tangannya yang hitam legam.

Indok tak memperdulikan mukanya yang tercoreng oleh arang seperti kemonceng, dia dan wanita sebayanya sibuk memasukkan arang batok ke dalam plastik putih berukuran 1/4 gram.

Sesekali dia melihat ke arah luar, dari dalam bilik bambu gudang penyimpanan arang batok ke arah seberang jalan puluhan petugas Satpol PP dan petugas kebersihan setempat tengah sibuk membongkar cerobong asap pembakaran arang.

Salah satu cerobong asap yang dibongkar pagi itu adalah milik bosnya bernama Buyung. Sudah hampir belasan tahun Indok bekerja sebagai buruh arang batok.

Sehari-hari dia mendapat upah Rp100 ribu untuk mengayak arang batok setelah selesai dibakar dari dalam tungku pembakaran sekitar 15 drum.

Kadang jika punya tenaga, Indok menyambi membungkus arang ke dalam plastik, untuk 100 bungkus dia bisa bawa pulang uang Rp30 ribu sebagai tambahan penghasilan.

Ibu dua anak dan seorang cucu ini tercekat dan meneteskan air mata karena tak kuasa memikirkan nasibnya kedepan setelah usaha pembakaran arang milik majikannya ditutup.

Baginya pekerjaan mengayak arang adalah tumpuan hidupnya untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

"Apalagi saya ada cucu, anak saya lagi menganggur, bapaknya cucu saya itu," ujar Indok sambil menyeka air mata dengan kerudungnya yang lusuh.

Sambil terus memasukkan arang batok ke dalam plastik lalu mengikatnya dengan tali plastik, Indok mengisahkan bagaimana dia mengenal usaha arang.

Sejak ditinggal mati suaminya 20 tahun yang lalu. Indok sempat kehilangan arah, karena selama ini tidak pernah bekerja.

Ia dan suaminya merantau dari Makassar ke Jakarta sekitar 30 tahun silam untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.

"Kata orang di Jakarta banyak duit," ucapnya, lirih.

Saat suaminya hidup, Indok memiliki usaha penjualan kelapa parut di pasaran. Penghasilan mereka lumayan walau masih tinggal mengontrak di wilayah Jakarta Utara.

Suami Indok dipanggil Yang Maha Kuasa sekitar 20 tahun silam, meninggalkan dirinya beserta dua anak yang butuh biaya hidup.

Kehilangan suami memaksanya menjual semua harta yang ditinggalkan suami seperti mesin parut kelapa dan mesin penggiling tepung hanya untuk melanjutkan hidup dirinya dan kedua anaknya.

Selama beberapa hari Indok tidak bisa makan, sering termenung di pinggiran pasar, hingga tetangganya menyebut dirinya akan menyusul suaminya berpulang.

"Lalu mereka membantu saya, mengenalkan saya dengan usaha bakar arang. Awalnya di Budi Dharma," ucap Indok, mengenang.

Awalnya ia bekerja sebagai pembungkus arang yang siap dijual. Upah kala itu sebungkus arang masih dihargai Rp1.500 tidak seberapa.

Indok akhirnya mencoba untuk mengayak arang setelah dibakar karena upahnya lumayan. Uang upah sebagai buruh arang dia gunakan untuk biaya makan dan sekolah anaknya.

Indok mengaku sudah 20 tahun bekerja sebagai buruh arang batok, berangkat dari rumahnya di bilangan Beti Flamboyan depan SD 14 Cilincing.

Dengan bangga dia mengatakan dia sudah tercatat sebagai warga Jakarta pemegang kartu KJP kalau naik angkot tidak bayar lagi.

"Saya naik angkot gratis dari rumah sampai simpang Metro jalan kaki. Saya berangkat setiap pagi, saya tidak takut sama setan tinggal doa saja hilang, yang ngeri itu kalau ada orang yang mabok," a ungkap Indok.

Pembokaran cerobong asap pembakaran arang
 
Petugas Satpol PP dan unit kebersihan membantu pembongkaran cerobong asap pembakaran arang batok di Cilincing, Kamis (19/9/2019) (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Kesedihan serupa juga dirasakan Haji Bahar (58) pemilik tungku pembakaran arang batok di Jalan Inspeksi Cakung Drainase, Cilincing. Ia memikirkan nasib karyawannya yang kehilangan pekerjaan.

Bahar memiliki 18 tempat pembakaran arang, sudah beberapa hari ini harus berhenti beroperasi, 75 karyawan yang sudah bekerja selama ini terpaksa berhenti bekerja, cerobong asap pembakaran arang pun dibongkar sukarela.

Bahar tidak percaya kalau ada warga yang sakit karena asap pembakaran arang miliknya. Karena sudah 25 tahun dia bekerja di arang, tidak mengeluhkan sakit apa-apa. Bahkan cucunya yang lahir dan besar di perkampungan arang pun tetap sehat.

"Saya tinggal di sini, makan di sini sehari-hari, cucu saya masih bayi lahir di sini tidak ada yang sakit," ujar Bahar, menegaskan.

Menurut dia, usaha pembakaran arang telah dimulainya sebelum lokasi tersebut padat penduduk. "Dulu di sini belum seramai ini masih sepi, sekarang aja yang ramai orang," kata Bahar.

Bahar mengaku pekerjaannya telah membantu Jakarta dari sampah batok kelapa. Setiap hari dia membeli batok kelapa sebanyak 15 mobil yang diambil dari sejumlah pasar.

Batok kelapa yang dibeli dibakar menjadi arang dan dipasarkan kepada pedagang sate, pecel lele dan penjual kerak telor yang ada di Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Sehari Bahar memproduksi 30 karung arang batok. Selama ini membakar selama 24 jam. Baru sekitar setengah bulan ini pembakaran hanya dilakukan pukul 18.00 sampai dengan 05.00 WIB atas instruksi Camat Cilincing.

Bahar yakin pembakaran arangnya tidak mencemari udara karena dibakar di dalam drum tertutup, asap yang keluar juga tidak seberapa.

Pria berdarah Bugis itu juga mengaku tidak menyambi melebur aluminium dibalik usaha bakar arangnya. "Cuma arang saja, yang melebur aluminium itu ada tapi bukan saya," kata Bahar.

Pembatasan ini menyusul adanya keluhan warga karena terganggu oleh asap pembakaran yang mencemari udara di wilayah Kali Baru, Cilincing.

Bahkan seorang guru SD Negeri Cilincing 07 Pagi bernama Syaifuddin (45) wali kelas II mengidap ISPA dan Pnemonia diduga akibat pencemaran udara.



Warga dan pemilik pembakaran arang Cilincing menyaksikan pembongkaran cerobong asap miliknya, Kamis (19/9/2019) (ANTARA FOTO/Laily Rahmawaty)

Penyebab polusi udara

Camat Cilincing, Muhammad Alwi mengatakan pihaknya menerima keluhan sebagian warga di RW 09 dan RW 10 yang mengeluhkan gangguan pernafasan karena asap pembakaran.

Menurut dia, walau sudah dibatasi jam operasional pembakaran pada malam hari, justru pagi harinya udara masih tercemar oleh asap pembakaran.

"Kami dapatkan informasi dari masyarakat yang terganggu polusi udara saat mereka lewat, satu bulan belakang ini memang pagi hari tidak ada pembakaran lagi, tapi di malam masih ada," ungkap Alwi.

Keluhan warga ditindaklanjuti oleh Wali Kota Kota Administrasi Jakarta Utara Sigit Wijatmoko yang meninjau langsung lokasi pembakaran arang dan peleburan aluminium pada Jumat (13/9) lalu.

Sigit menginstruksikan Suku Dinas Lingkungan Hidup untuk segera memasang alat pengukur kualitas udara di wilayah tersebut.

Menurut Sigit ada beberapa hal yang menjadi persoalan yakni pembakaran arang dan peleburan aluminium mencemari udara, usaha tidak berizin, berdiri di atas tanah milik pemerintah daerah.

Hasil tinjauan pemerintah daerah ditindaklanjuti oleh aparat Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara. Pada Senin (17/9) lalu mengambil tindakan menyegel dan menutup lokasi peleburan aluminium dengan memasang garis polisi.

Sigit mengatakan usaha peleburan aluminium selain karena tidak didukung dengan perizinan yang memadai, disinyalir ada pelanggaran Undang-Undang yakni tentang pencemaran lingkungan.

"Terkait kasus hukumnya, sepenuhnya kami serahkan kepada Polres Metro Jakarta Utara, karena disinyalir ada pelanggaran undang-undang," tegas Sigit.

Sejak disegel dan dipasang garis polisi, anggota Polres Metro Jakarta Utara juga memeriksa lima orang saksi, mereka terdiri atas satu orang pemilik dan empat pekerja.

Upaya penutupan tersebut juga dilakukan Polres Metro Jakarta Utara tanpa menunggu adanya laporan.
 
Suasana pembongkaran cerobong asap pembakaran arang batok di Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (19/9/2019) (ANTARA FOTO/Laily Rahmawaty)


Kapores Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan jajaran Satuan Reserse Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Utara sedang menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan pengelola pabrik pengolahan aluminium tersebut.

Meskipun tanpa ada laporan, menurut Budhi, polisi dapat menginvestigasi keberadaan pabrik yang dikeluhkan warga di sekitar Cilincing itu.

"Ada dugaan tindak pidana terhadap undang-undang lingkungan maupun perdagangan," kata Budhi.

Sekolah aman asap
Wali Kota Administrasi Jakarta Utara, Sigit Wijatmoko melihat akurium salah satu alat penyaring udara sekolah aman asap di SDN Cilincing 07 Pagi, Rabu (18/9/2019) (ANTARA FOTO/Laily Rahmawaty)


Persoalan pencemaran udara di SD Negeri 07 Cilincing Pagi juga mendapatkan perhatian khusus Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menginstruksikan jajarannya untuk melakukan upaya perbaikan kualitas udara terutama bagi para siswa terdampak.

Instruksi ini ditindaklanjuti oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah II DKI Jakarta melakukan pemasangan alat penyaring udara di SDN Cilincing 07 Pagi.

Kepala Sudin Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Utara, Momon Sulaeman mengatakan ada tujuh ruang kelas di SDN Cilincing 07 Pagi yang dipasang penyaring udara.

Penyaring udara tersebut menggunakan teknologi sekolah aman asap ciptaan Prof Zaely Nurochman terdiri atas beberapa alat seperti dakron penutup ventilasi, train kain penutup jendela, akuarium untuk menjaga kelembapan udara, tanaman untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen, kipas angin dan exhaust fan untuk menyedot udara dari dalam ruang kelas.

Kepala Sekolah SDN Cilincing 07 Pagi, Juhaedin mengatakan total ada tujuh ruang kelas yang dipasang peralatan penyaring udara. Pemasangan alat ini pun melibatkan siswa SMK Negeri 4 Jakarta jurusan pembangunan yang langsung praktik kerja lapangan.

Menurut dia, hampir setiap pagi sekolah menghirup udara beraroma hasil dari pembakaran arang dan peleburan timah yang jaraknya sekitar 200 meter dari sekolah.

Walau belum ada siswa yang mengeluhkan sakit akibat pencemaran udara, tapi kondisi udara tidak sehat mengganggu kenyamanan.

"Walau pembakaran dilakukan malam hari asapnya masih terasa pagi hari," kata Juhaedin.

Kini, lanjut Juhaedin, setelah dipasang penyaring udara suasana di kelas terasa lebih sehat udaranya dan siswa tidak lagi melihat kepulan asap yang keluar dari cerobong pembakaran dari arah jendela.

Baginya persoalan pencemaran udara tersebut sangat dilematis, di satu sisi siswa perlu mendapatkan udara yang sehat agar tetap bisa belajar dengan baik.

Di sisi lain ada beberapa siswa yang orang tuanya bekerja di tempat pembakaran arang dan peleburan timah.

"Dilematis memang di dalamnya ada orang tua dan murid. Satu sisi sekolah dirugikan dengan ada asap, dan satu sisi orang tua murid. Yang saya sampaikan fakta ada dampak yang dirasakan. Harapannya solusi yang terbaik. Salah satu solusi terbaik adanya filter ruang belajar ini," tutur Junaedin.

Video:

Pembongkaran usaha pembakaran arang di Cilincing

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019