Jakarta (ANTARA) - Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) mendesak pemerintah untuk menaikkan cukai dan harga kretek mesin hingga dua kali lipat sehingga mampu menurunkan konsumsi rokok.

"Kami mendesak pemerintah agar fokus di harga kretek mesin golongan 1 karena mereka yang menguasai pangsa pasar sampai 63 persen," kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan dalam pemaparannya pada Media Briefing tentang peningkatan cukai dan harga rokok di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan desakan tersebut didasarkan pada fakta bahwa konsumen sigaret kretek mesin mencapai 63 persen pada 2018, yang paling besar dibandingkan konsumen pada jenis rokok lain.

Konsumen rokok jenis tersebut mencakup anak-anak dan juga masyarakat berpenghasilan rendah atau kurang mampu, meski harga rokok jenis tersebut mahal.

"SKM golongan 1 ini harganya mahal. Ini anomali di Indonesia, rokok yang harganya paling mahal justru pangsa pasarnya tertinggi. Itu artinya rokok termahal pun mampu dibeli masyarakat kurang mampu," katanya.

Kemudian, 14 perusahaan rokok besar yang ada di Indonesia, baik dari luar negeri atau dalam negeri, juga termasuk dalam produsen pada jenis rokok kretek mesin.

Selain itu, desakan tersebut disampaikan didasarkan pada penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI yang menyebutkan bahwa perokok akan berhenti merokok hingga 74 persen jika harga rokoknya dinaikkan hingga Rp70.000.

"Bahwa harga yang menurunkan konsumsi itu adalah antara Rp60.000 sampai Rp70.000. Itu baru bisa menurunkan konsumsi," katanya.

Karena itu, jika upaya pemerintah untuk menaikkan cukai dan harga rokok bertujuan menurunkan konsumsi rokok, maka kenaikan cukai dan harga perlu ditingkatkan sampai dua kali lipat dan perlu juga difokuskan pada jenis rokok kretek mesin karena paling banyak dibeli masyarakat.

Sehingga dengan menaikkan cukai dan harga jual eceran sampai dua kali lipat pada jenis rokok tersebut, cita-cita pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok dapat tercapai karena kenaikan itu akan memengaruhi sebagian besar konsumen rokok, termasuk dari masyarakat berpenghasilan rendah dan anak-anak.

"Jadi usulannya naikkan dua kali lipat. Dua kali lipat untuk tarif cukai dari Rp590 menjadi Rp1.180. Untuk harga ecerannya naik dua kali lipat juga dari Rp.1.120 menjadi sekitar Rp2.000 per batang," katanya.

Baca juga: Pemerintah putuskan kenaikkan tarif cukai rokok 23 persen
 

Pewarta: Katriana
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2019