Tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak mendengarkan langsung masukan dari pimpinan KPK
Jakarta (ANTARA) - DPR RI dan Pemerintah patut mendengarkan masukan dan saran dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada proses pembahasan revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK sebagai pelaksana undang-undang tersebut yang telah berjalan selama 15 tahun.

"Tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak mendengarkan langsung masukan dari pimpinan KPK segala hal ihwal tentang revisi UU KPK," kata Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Selestinus, melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.

Menurut Petrus, apalagi terkait revisi UU KPK ini mulai terjadi polarisasi yakni pandangan pro-kontra di tengah masyarakat. "Karena itu, DPR RI dan KPK dituntut untuk memiliki jiwa besar yakni duduk bersama dan mendengarkan masukan dari KPK, agar tidak ada dusta di antara kita," katanya.

Baca juga: Massa di Bandung kembali demo dukung revisi UU KPK

Menurut Petrus, KPK telah bekerja melakukan pemberantasan korupsi selama 15 tahun, tapi sampai saat ini banyak praktik korupsi. KPK dinilai, belum berhasil memberantas dan mencegah korupsi, termasuk belum berhasil membangun sistem pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien sesuai amanah UU KPK.

"Tugas utama KPK adalah mencegah dan memberantas korupsi, hingga lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi yakni Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan, berfungsi secara efektif dan efisien memberantas tindak pidana korupsi," kata Petrus.

Menurut Petrus Selestinus, indikator suksesnya KPK mencegah dan memberantas korupsi adalah lahirnya budaya masyarakat, khususnya penyelenggara negara, untuk hidup dan berperilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Selama penyelenggara negara masih menjadikan KKN sebagai bagian dari gaya hidup dan bahkan mengidolakan korupsi sebagai gaya hidup, maka KPK dianggap belum berhasil memberantas korupsi," katanya.

Advokat dari Peradi ini menegaskan kegagalan pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dibebankan kepada KPK. "Namun, kegagalan pemberantasan korupsi terjadi karena kurangnya dukungan dari Polri dan Kejaksaan dalam mencegah dan memberantas korupsi," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi sudah terima DIM Revisi UU KPK

Menurut dia, di kepolisian ada bidang pemberantasan korupsi atau disebut Direktorat Tipikor, sedangkan di Kejaksaan Agung ada JAMPIDSUS yang membawahi Direktur Penyidikan Tipikor. "Namun, lembaga Tipkor di Polri dan Kejaksaan minim prestasi dan bahkan menjadi bagian dari korupsi itu sendiri," katanya.

Perjalanan KPK selama 15 tahun melakukan pemberantasan korupsi, menurut Petrus, maka pengalaman dan pemahamannya tentang pemberantasan dan pencegahan korupsi, sepatutnya memberikan masukan dan saran kepada DPR RI dalam merevisi UU KPK.


(T.R024)




 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019