Abu Dhabi, UAE (ANTARA) - Arab Saudi ingin memperkaya uranium pada masa depan sebagai bahan bakar program pembangkit listrik tenaga nuklir yang direncanakannya, kata menteri energinya pada Senin.

Rencana tersebut adalah langkah sensitif yang dapat membuat rumit keterlibatakan AS di dalamnya.

Pengekspor minyak utama dunia itu telah menyampaikan keinginannya untuk menggunakan logam guna meragamkan energi campuran, tapi pengayaan uranium juga membuka kemungkinan bagi penggunaan bahan itu untuk militer, masalah yang menjadi inti keprihatinan regional dan Barat mengenai kegiatan atom Iran.

"Kami melanjutkannya dengan hati-hati ... kami menguji-coba dua reaktor nuklir," kata Pangeran Abdulaziz bin Salman, sebagaimana dikutip Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam. Ia merujuk kepada rencana untuk mengeluarkan tender buat dua reaktor tenaga nuklir pertama negara Teluk tersebut.

Ia mengatakan satu konferensi energi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, bahwa akhirnya kerajaan itu ingin melanjutkan dengan lingkaran penuh program nuklir, termasuk produksi dan pengayaan uranium buat bahan bakar.

Tender tersebut direncanakan dikeluarkan pada 2020, dengan perusahaan AS, Rusia, Korea Selatan, China dan Prancis terlibat dalam pembicaraan awal mengenai proyek multi-miliaran-dolar AS itu.

Tapi masalah pengayaan uranium telah menjadi masalah rumit dengan Washington, terutama setelah Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan pada 2018 bahwa kerjaan Sunni tersebut akan mengembangkan senjata nuklir jika pesaing regionalnya, Iran, memilikinya.

Arab Saudi telah mendukung aksi "tekanan maksimum" Presiden AS Donald Trump terhadap Iran, setelah ia mengeluarkan Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir 2015, yang mengekang program nuklir Iran --yang menjadi sengketa-- sebagai imbalan bagi peredaan sanksi.

Agar perusahaan AS bisa bersaing dalam proyek di Arab Saudi, Riyadh akan secara normal perlu menandatangani kesepakatan mengenai penggunaan damai teknologi nuklir dengan Washington, berdasarkan Kesepakatan Energo Atom Amerika Serikat.

Para pejabat Arab Saudi telah mengatakan mereka takkan menandatangani kesepakatan yang akan melucuti kerajaan itu dari kemungkinan memperkaya uranium atau memproses-ulang bahan nuklir bekas pada masa depan --keduanya adalah jalur potensial bagi pembuatan bom.

Sumber: Reuters
Baca juga: Arab Saudi angkat Pangeran Abdulaziz sebagai Menteri Energi baru
​​​​​​​Baca juga: Arab Saudi akan sarikan uranium untuk swasembada nuklir
Baca juga: Iran sebut akan lewati batas pengayaan uranium dalam 10 hari
Baca juga: India diperkirakan akan kembangkan senjata thermonuklir

Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019