Jakarta (ANTARA) - Ekonom PT Bank Mandiri Andy Asmoro memprediksikan bahwa perekonomian Indonesia akan mengalami pertumbuhan hingga 5,06 persen pada 2019 yang bisa dicapai antara lain melalui dorongan sektor rumah tangga.

Andy menuturkan dorongan pertumbuhan dari sektor rumah tangga bisa lebih dioptimalkan dari belanja pemerintah yang bisa dijadikan sebagai motor atau acuan.

“Kita lihat lebih detail ini kelihatan bahwa goverment spending (belanja pemerintah) kemarin di bagian sosial sudah bisa mendorong masyarakat untuk di food and baverages,” katanya saat ditemui di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin.

Baca juga: BI sebut sifat konsumtif milenial perkuat ekonomi Indonesia

Ia menjelaskan bahwa belanja pemerintah pada kuartal IV 2018 mengalami pertumbuhan yaitu 4,56 persen year on year (YoY), dilanjutkan pada pada kuartal I 2019 sebesar 5,21 persen, serta kuartal II 2019 yang juga tumbuh hingga 8,23 persen.

“Seiring dengan pertumbuhan belanja pemerintah, sektor food and baverage juga ikut tumbuh,” ujarnya.

Selain itu, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik daripada berbagai negara di Asia terutama negara emerging market karena pada 2019 rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir adalah 5 persen. Hal itu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Thailand dalam periode sama yaitu hanya sebesar 3,2 persen.

Senada dengan Andy, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Panji Irawan juga menuturkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti pada kuartal I tahun 2019 sebesar 5,07 persen dan kuartal II 5,05 persen masih relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging markets lainnya.

Baca juga: Bank Mandiri sebut stabilitas ekonomi masih terjaga, ini indikatornya

Panji mencontohkan Turki pada kuartal I terkontraksi sebesar 2,4 persen dan kuartal II kembali mengalami hasil negatif yaitu 1,5 persen (YoY). Selain itu, beberapa negara berkembang lain juga mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada Indonesia seperti Malaysia 4,9 persen, Thailand 3,7 persen, Brazil 1,01 persen, dan Rusia 0,9 persen.

Lebih lanjut, Andy mengatakan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan Cina berpotensi membuat perekonomian nasional semakin tersendat karena kedua negara tersebut merupakan mitra utama bagi Indonesia dalam sektor ekspor.

Di sisi lain, menurut Andy sebenarnya peran Amerika Serikat dan Cina untuk sektor ekspor Indonesia hanya menyumbang 17,61 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan 55,79 persen PDB Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga.

Oleh sebab itu, jika ekonomi global membaik maka Indonesia akan lebih sulit mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi berbeda dengan negara lain yang pertumbuhan ekonominya sangat bergantung pada sektor eksternal.

“Kecuali memang kita tadi yang mendorong sektor manufaktur,” ujarnya.

Hal tersebut turut diperkuat oleh pernyataan dari Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih diuntungkan dengan adanya dominasi dari sisi faktor domestik yaitu konsumsi rumah tangga yang mencapai sekitar 80 persen, sedangkan faktor internal seperti ekspor, impor, dan investasi hanya berkontribusi sebanyak 20 persen.

Heri menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara terbuka namun tidak terlalu bergantung pada asing sehingga jika terdapat krisis global akan paling belakang terkena dampaknya, namun juga akan paling terakhir mendapat percikan manfaat dan keuntungan ketika terdapat peluang bagus di dunia.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019