Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementrian ESDM, FX Sutijastoto menjelaskan bahwa emisi gas buang dari energi panas bumi jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan batu bara.

"Bahkan sekitar 15 kali lebih bersih secara perhitungan angka," kata Sutijastoto dalam konferensi persnya di acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) Ke-7 di Jakarta, Selasa.

Pengembangan energi baru terbarukan termasuk di dalamnya panas bumi yang lebih ramah lingkungan merupakan wujud komitmen Pemerintah untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk berpartisipasi dalam program berkelanjutan penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana disepakati dalam 21st COP 2015 di Paris, atau yang dikenal dengan Paris Agreement dan telah dituangkan dalam Undang Undang No.16 Tahun 2016 Tentang Ratifikasi Paris Agreement.

Sejalan dengan itu, melalui kebijakan energi nasional yang telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014, Pemerintah menargetkan untuk mengembangkan energi baru terbarukan hingga mencapai 23 persen pada tahun 2025, melalui pengembangan berbagai sumber daya yang tersedia antara lain panas bumi, air, bioenergi, angin, surya dan laut.

"Panas bumi mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah telah mentargetkan pada tahun 2025 mendatang kapasitas panasbumi bisa mencapai 6.000-7.000 MW. Kalau kita hitung menurut energinya kalorinya itu setara membakar 100.000 barel minyak per hari artinya apa, kalau target kita panas buminya tidak mencapai 6.000-7.000 MW kita harus mengimpor atau membakar minyak 100.000 barel minyak per hari," ujarnya.

Sumber energi panas bumi lanjut Sutijastoto, terbukti lebih ramah lingkungan karena emisi yang dihasilkan hanya 1/15 dari emisi pembangkit listrik tenaga uap yang bahan bakarnya batubara, atau 1/10 nya emisi dari pembangkit listrik genset-genset yang bahan bakarnya dari solar.

"Panas bumi ini energi bersih, panas bumi itu mengandung biaya-biaya lingkungan yang ditanggung oleh panas bumi sebaliknya pembangkit batubara dan solar menanggung biaya lingkungan yang ditanggung masyarakat," jelasnya.

Manfaat lainnya dari panas bumi adalah, lingkungan hutan di sekitar wilayah kerja panas bumi akan lebih terjaga agar tercipta keseimbangan sumber daya air di wilayah sekitar wilayah kerja panas bumi. Biasanya hutan-hutan di sekitar wilayah kerja panas bumi lebih terjaga karena kalau hutan di sekitar wilayah kerja panas bumi tidak dikonservasi maka akan mengganggu stabilitas dari panas bumi itu sendiri.

Pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi akan juga akan memberikan beberapa nilai tambah seperti mengurangi impor minyak sebagai bahan bakar pembangkit, penggerak ekonomi daerah akhirnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ini dinikmati oleh daerah-daerah.

"Panas bumi juga sangat strategis karena dalam pengembangannya ada dana-dana investasi yang digunakan untuk mengembangkan infrastruktur daerah baik itu jalan-jalan, penguatan jembatan yang akhirnya menggerakkan ekonomi daerah. Jadi ini investasi panas bumi itu juga mendorong pembangunan ekonomi daerah," tutup Sutijastoto.

Baca juga: Potensi kapasitas terpasang panas bumi Indonesia 1948,5 MW
Baca juga: Pemerintah percepat pengembangan panas bumi Mataloko
Baca juga: Menakar panas bumi sebagai energi terbarukan


Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019