Jakarta (ANTARA) - Pejabat Gedung Putih dan perusahaan media sosial AS besar bertemu pada Jumat (9/8) waktu setempat untuk berbicara tentang pembatasan ekstremisme dalam jaringan (online) menyusul dua penembakan massal yang menewaskan 31 orang di Texas dan Ohio.

Setelah peristiwa penembakan itu, Presiden AS Donald Trump menyalahkan Internet dan media sosial karena menyediakan tempat "untuk meradikalisasi pikiran yang terganggu" dan meminta Departemen Kehakiman untuk bekerja dengan perusahaan "guna mengembangkan alat yang dapat mendeteksi penembak massal sebelum mereka menyerang".

Perusahaan-perusahaan media sosial semakin mendapat sorotan sejak seorang supremasi kulit putih menyiarkan secara langsung serangan mematikan di Christchurch, Selandia Baru, lewat platform Facebook. Tetapi, para ahli penegakan hukum mengatakan identifikasi dan upaya penghentian para ekstremis online lebih mudah dikatakan ketimbang dilakukan.

Gedung Putih menolak mengomentari siapa yang mengikuti atau memimpin rapat tertutup itu. Trump tidak hadir dalam pertemuan itu, demikian seperti dilansir Reuters.

"Pembicaraan difokuskan pada bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi potensi ancaman, untuk memberikan bantuan kepada individu yang menunjukkan potensi perilaku kekerasan dan untuk memerangi teror domestik," kata juru bicara Gedung Putih Judd Deere dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Raksasa medsos bergabung lawan konten terorisme

"Kami mendesak perusahaan Internet dan media sosial untuk melanjutkan upaya mereka dalam mengatasi ekstremisme kekerasan dan membantu individu yang berisiko, dan melakukannya tanpa mengurangi kebebasan berbicara," kata Deere.

The Washington Post melaporkan Google, Microsoft, Facebook, Twitter, dan Reddit diundang ke pertemuan tersebut. Tapi, perusahaan-perusahaan itu menolak berkomentar.

Kelompok lobi mereka, Asosiasi Internet, mengatakan pertemuan itu produktif dan perusahaan berbicara tentang bagaimana mereka memerangi ekstremisme online.

Perusahaan "merinci upaya ekstensif mereka menggunakan alat otomatis dan ulasan manusia untuk menemukan dan mencegah penyebaran konten kebencian, kekerasan, dan ekstremis di platform mereka," kata kepala eksekutif Asosiasi Internet Michael Beckerman dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Enam negara siap gandeng perusahaan medsos buru terorisme

Penerjemah: Heppy Ratna Sari
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019