Kinerja Budi Gunawan Berhasil Atau Tidak, Hanya Jokowi Yang Behak Menilai
Rabu, 4 Desember 2019 19:36 WIB
Karena pengangkatan mereka sebagai pejabat negara melalui Keppres yang ditandatangani Presiden.
Jakarta (ANTARA) - Indikasi bahwa tengah terjadi operasi senyap untuk menggusur Budi Gunawan dari posisinya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. Sinyalemen operasi senyap itu disampaikan pertama kali oleh Direktur Eksekutif Institute Kajian Pertahanan dan Intelijen Indonesia (IKAPII), Fauka Noor Farid.
Menurutnya ada oknum petinggi TNI yang berusaha untuk menggusur BG. Oknum ini berusaha mempengaruhi agar BG setidaknya digeser ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Operasi senyap ini dianggap tidak sehat dan bisa-bisa dimaksudkan untuk membelah kohesifitas TNI dan Polri.
Begitu pandangan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu. Menurut Arief Poyuono dirinya akan melaporkan hal ini kepada Presiden Jokowi.
“Ini sudah merupakan cara-cara yang tidak sehat ya. Ini sama saja oknum petinggi TNI yang ngebet jadi Kabin, ingin memecah belah TNI dan Polri,” ujar Arief Poyuono yang memiliki hubungan spesial dengan Jokowi. “Nanti saya kasih tahu Kangmas Joko Widodo agar jangan dengarkan propaganda recehan itu,” kata Poyuono lagi (https://politik.rmol.id/read/2019/11/30/411989/Operasi-Senyap-Menggulingkan-Budi-Gunawan-Akan-Dilaporkan-Kepada-Jokowi-).
Sementara itu, Ridlwan Habib, BIN secara senyap berhasil mengawal Pemilu Presiden secara damai dan lancar. Bahkan, Kepala BIN Jenderal (purn) Budi Gunawan berhasil membawa situasi sejuk dan damai dengan mempertemukan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi di stasiun MRT Lebakbulus. Pertemuan itu membuka pintu rekonsiliasi nasional, bahkan kita tahu bersama Prabowo lantas menjadi Menteri Pertahanan.
“Kredo intelijen adalah operasi senyap. Berhasil tidak dipuji, mati tidak dicari sudah menjadi bagian dari identitas tugas yang tak terpisahkan dari insan intelijen. Termasuk bagi sang Kepala BIN, pak Budi Gunawan. Sangat jarang beliau muncul di televisi atau media, apalagi mengklaim keberhasilan. Hal itu memang tabu bagi insan intelijen,” ujar pengamat intelijen tersebut.
Menurut alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI) Universitas Indonesdia ini, filosofi lembaga intelijen harus loyal pada satu (single) user, yakni Presiden. Maka Kepala BIN wajib hanya melapor pada Presiden Jokowi, secara langsung, dan tidak boleh dipublikasikan media. Komunikasi intim dan personal antara Kepala BIN dan Presiden tidak perlu diketahui publik. Cukup Presiden yang tahu.
Karena itu, wajar, urai Habib, jika dalam Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi tetap mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN. Itu artinya User puas dan percaya dengan BIN. Fakta yang nyata dan tak terbantahkan.
“Upaya senyap dan profesional BIN sangat dibutuhkan selama 5 tahun mendatang. Visi Presiden Jokowi sangat menekankan pentingnya stabilitas situasi keamanan dan stabilitas politik. Itu membutuhkan pimpinan/ kepala BIN yang sudah teruji dan profesional, BG sudah membuktikannya selama 5 tahun ini,” tegasnya seraya menambahkan, sebagai sebuah lembaga yang sangat strategis, BIN tidak boleh dipimpin oleh orang yang tidak jelas rekam jejaknya. Apalagi, dipimpin oleh orang yang haus dan menginginkan jabatan. Keputusan Presiden Jokowi mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN sudah tepat, mengingat pengalaman, dan prediksi ancaman 5 tahun ke depan.
Menurut penulis, sejauh ini duet Budi Gunawan-Teddy Lhaksmana di Badan Intelijen Negara masih dapat membawa institusi “telik sandi” ini secara steps by steps menuju kearah profesionalisme, dengan banyak indikasi mulai dari tata kelola pembenahan SDM, penguatan dan pemutakhiran teknologi intelijen, memperkuat intelijen siber sampai kepada dilakukannya proses open biding untuk pengisian pejabat struktural di BIN (walaupun tidak menyasar ke semua jabatan).
Sebenarnya, wajar-wajar saja adanya keinginan untuk “menggeser” Budi Gunawan dan Teddy Lhaksmana di BIN sebagai konsekuensi bukan karena kegagalan mereka memimpin BIN, namun banyaknya kelompok kepentingan atau kelompok yang selama ini “berjasa dalam memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin” yang masih belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan, atau dengan kata lain belum kedapatan “kue politik” kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019.
Namun, sekali lagi yang berhak menilai dan kemudian memutuskan apakah mengganti atau meneruskan Budi Gunawan ataupun Teddy Lhaksmana di BIN adalah Presiden Jokowi, karena pengangkatan mereka sebagai pejabat negara melalui Keppres yang ditandatangani Presiden.
Jika pada akhirnya Presiden Joko Widodo dan tentunya atas masukan dari Wapres dan berbagai kalangan ternyata tidak jadi mengganti Budi Gunawan-Teddy Lhaksmana maka itu karena kepala negara puas dengan kinerja mereka memimpin BIN dalam melakukan early detection and early warning yang membuat ancaman selama ini gagal diwujudkan, sehingga negara dan pemerintahan tetap berjalan baik-baik saja. (26/*).
*) Penulis adalah pemerhati masalah intelijen dan keamanan.
Menurutnya ada oknum petinggi TNI yang berusaha untuk menggusur BG. Oknum ini berusaha mempengaruhi agar BG setidaknya digeser ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Operasi senyap ini dianggap tidak sehat dan bisa-bisa dimaksudkan untuk membelah kohesifitas TNI dan Polri.
Begitu pandangan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu. Menurut Arief Poyuono dirinya akan melaporkan hal ini kepada Presiden Jokowi.
“Ini sudah merupakan cara-cara yang tidak sehat ya. Ini sama saja oknum petinggi TNI yang ngebet jadi Kabin, ingin memecah belah TNI dan Polri,” ujar Arief Poyuono yang memiliki hubungan spesial dengan Jokowi. “Nanti saya kasih tahu Kangmas Joko Widodo agar jangan dengarkan propaganda recehan itu,” kata Poyuono lagi (https://politik.rmol.id/read/2019/11/30/411989/Operasi-Senyap-Menggulingkan-Budi-Gunawan-Akan-Dilaporkan-Kepada-Jokowi-).
Sementara itu, Ridlwan Habib, BIN secara senyap berhasil mengawal Pemilu Presiden secara damai dan lancar. Bahkan, Kepala BIN Jenderal (purn) Budi Gunawan berhasil membawa situasi sejuk dan damai dengan mempertemukan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi di stasiun MRT Lebakbulus. Pertemuan itu membuka pintu rekonsiliasi nasional, bahkan kita tahu bersama Prabowo lantas menjadi Menteri Pertahanan.
“Kredo intelijen adalah operasi senyap. Berhasil tidak dipuji, mati tidak dicari sudah menjadi bagian dari identitas tugas yang tak terpisahkan dari insan intelijen. Termasuk bagi sang Kepala BIN, pak Budi Gunawan. Sangat jarang beliau muncul di televisi atau media, apalagi mengklaim keberhasilan. Hal itu memang tabu bagi insan intelijen,” ujar pengamat intelijen tersebut.
Menurut alumnus pasca sarjana Kajian Strategik Intelijen (KSI) Universitas Indonesdia ini, filosofi lembaga intelijen harus loyal pada satu (single) user, yakni Presiden. Maka Kepala BIN wajib hanya melapor pada Presiden Jokowi, secara langsung, dan tidak boleh dipublikasikan media. Komunikasi intim dan personal antara Kepala BIN dan Presiden tidak perlu diketahui publik. Cukup Presiden yang tahu.
Karena itu, wajar, urai Habib, jika dalam Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi tetap mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN. Itu artinya User puas dan percaya dengan BIN. Fakta yang nyata dan tak terbantahkan.
“Upaya senyap dan profesional BIN sangat dibutuhkan selama 5 tahun mendatang. Visi Presiden Jokowi sangat menekankan pentingnya stabilitas situasi keamanan dan stabilitas politik. Itu membutuhkan pimpinan/ kepala BIN yang sudah teruji dan profesional, BG sudah membuktikannya selama 5 tahun ini,” tegasnya seraya menambahkan, sebagai sebuah lembaga yang sangat strategis, BIN tidak boleh dipimpin oleh orang yang tidak jelas rekam jejaknya. Apalagi, dipimpin oleh orang yang haus dan menginginkan jabatan. Keputusan Presiden Jokowi mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN sudah tepat, mengingat pengalaman, dan prediksi ancaman 5 tahun ke depan.
Menurut penulis, sejauh ini duet Budi Gunawan-Teddy Lhaksmana di Badan Intelijen Negara masih dapat membawa institusi “telik sandi” ini secara steps by steps menuju kearah profesionalisme, dengan banyak indikasi mulai dari tata kelola pembenahan SDM, penguatan dan pemutakhiran teknologi intelijen, memperkuat intelijen siber sampai kepada dilakukannya proses open biding untuk pengisian pejabat struktural di BIN (walaupun tidak menyasar ke semua jabatan).
Sebenarnya, wajar-wajar saja adanya keinginan untuk “menggeser” Budi Gunawan dan Teddy Lhaksmana di BIN sebagai konsekuensi bukan karena kegagalan mereka memimpin BIN, namun banyaknya kelompok kepentingan atau kelompok yang selama ini “berjasa dalam memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin” yang masih belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan, atau dengan kata lain belum kedapatan “kue politik” kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019.
Namun, sekali lagi yang berhak menilai dan kemudian memutuskan apakah mengganti atau meneruskan Budi Gunawan ataupun Teddy Lhaksmana di BIN adalah Presiden Jokowi, karena pengangkatan mereka sebagai pejabat negara melalui Keppres yang ditandatangani Presiden.
Jika pada akhirnya Presiden Joko Widodo dan tentunya atas masukan dari Wapres dan berbagai kalangan ternyata tidak jadi mengganti Budi Gunawan-Teddy Lhaksmana maka itu karena kepala negara puas dengan kinerja mereka memimpin BIN dalam melakukan early detection and early warning yang membuat ancaman selama ini gagal diwujudkan, sehingga negara dan pemerintahan tetap berjalan baik-baik saja. (26/*).
*) Penulis adalah pemerhati masalah intelijen dan keamanan.