Bogor (Antaranews Bogor) - Ulama KH Mustofa Abdullah Bin Nuh mengemukakan bahwa ayahandanya almarhum Mamak Abdullah Bin Nuh (ABN), adalah salah satu tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang sangat mencintai dan peduli terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Beliau (KH ABN-red) adalah ulama besar Nusantara yang ikut berjuang mengusir penjajah Belanda dan salah satu figur kunci proklamasi kemerdekaan Indonesia," katanya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
KH Mustofa Abdullah Bin Nuh, yang akrab disapa "Ajengan Toto" menjelaskan bahwa ABN merupakan figur ulama yang kokoh dalam memperjuangkan prinsip Islam `ala manhaj Aswaja.
"Mamak Abdullah Bin Nuh terlahir dari rahim Ahlussunnah Wal Jamaah. Seluruh masa hidupnya digunakan untuk memperjuangkan Islam sesuai dengan kaedah dan prinsip Aswaja," katanya.
Ia menjelaskan Mamak ABN masuk dalam barisan terdepan ulama Nusantara yang gigih dalam mengusir penjajah Belanda, sehingga merupakan salah seorang tokoh yang hendak diciduk oleh Belanda saat penjajahan.
Ketika Ibu Kota negara pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Juni 1946, katanya, KH ABN turut serta hijrah sekaligus menghindari upaya penangkapan oleh Belanda.
Di Ibu Kota negara yang baru ini, kiprah KH ABN pun terekam tidak hanya di bidang pemerintahan, tetapi juga di bidang lainnya.
Ia merupakan penggagas Siaran Bahasa Arab pada RRI Yogyakarta.
Berkat Siaran Bahasa Arab pada RRI Yogyakarta yang digagas Mamak KB ABN itulah berita tentang kemerdekaan Indonesia menyebar luas ke seluruh negara Timur Tengah dan negara Muslim.
Hal tersebut sekaligus membuat jumlah negara yang mengakui kemderdekaan Indonesia semakin banyak seiring dengan bulatnya dukungan dari negara-negara Muslim.
Selain itu, katanya, KH ABN juga tercatat sebagai sosok ulama produktif karena berhasil menulis puluhan karya berupa buku, baik dalam bahasa Sunda, Indonesia maupun Arab.
Sejumlah karya yang paling dikenal luas, yaitu Ringkasan Minhajul Abidin (bahasa Sunda), Tafsir Al Quran (bahasa Indonesia), Al Alam al Islami (bahasa Arab), dan Ana Muslimun Sunniyun Syafi`iyyun (bahasa Arab).
Judul buku terakhir itu merupakan karya Abdullah Bin Nuh yang paling dicari dunia Islam.
Buku ini dijadikan rujukan di Universitas Al Azhar dan sejumlah perguruan tinggi Islam di dunia.
"Buku `Ana Muslimun Sunniyyun Syafi`iyyun` berisi tentang pemikiran dan ajakan beliau akan pentingnya umat Islam berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. Terutama dalam hal ini sebagai penganut madzhab Imam Syafi`i. Beliau menganjurkan untuk mengikuti madzhab tersebut atau memilih salah satu dari empat madzhab yang diakui dunia Islam," kata Ajengan Toto.
KH ABN lahir di Cianjur, di Kampung Bojong Meron pada 30 Juni 1905 M. Ia wafat menjelang Magrib pada hari Senin tanggal 3 Rabi`ul Awwal 1987.
Almarhum meninggalkan Pondok Pesantren Al Ghazaly, yang terletak di Jalan Cempaka No 6, Kota Paris, Bogor, sebagai warisan dalam perjuangan dakwah Islam.
Setiap tahun pesantren ini memperingati "haul" atas wafatnya almarhum. Haul ke-27 diselenggarakan selama sepekan pada 13 hingga 19 Januari 2014.
Pada hari Kamis (16/1) digelar "mudzakarah" di Yayasan Islamic Center (YIC) Al Ghazaly, membahas mengenai kiprah dakwah Mamak Abdullah Bin Nuh dalam menyiarkan ajaran Aswaja.
Tidak Terlibat HTI
Ajengan Toto mengemukakan, pihaknya perlu meluruskan bahwa almarhum KB ABN bukan merupakan tokoh, pengikut maupun pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Hal itu, kata dia, perlu dijelaskan karena dalam berbagai situs "online" tercantum bahwa almarhum dinilai sebagai sosok kunci perkembangan HTI di Indonesia.
"Banyak ulama dan tokoh yang bertanya mengenai hal ini. Kami merasa perlu melakukan `tabayyun` (klarifikasi) dengan meluruskan fakta sesungguhnya, agar tidak terjadi kesalahfahaman di masyarakat. Mamak adalah penganut Madzhab Imam Syafi`i, yang mendedikasikan hidupnya untuk dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah `ala Madzahibil Arba`ah," katanya.
Ia menjelaskan bahwa Aswaja meerupakan "Sawad A`zham" alias mayoritas dari total populasi pemeluk Islam dunia, termasuk Indonesia.
Penganut Aswaja mencapai 80 persen, 15 persen penganut Syiah, dan lima persen lainnya menganut aliran sempalan, radikal, serta liberal.
Kendati sebagai penganut dan sosok penting dalam menyebarkan dakwah Aswaja, kata dia, namun dalam hidupnya Mamak Abdullah Bin Nuh dikenal sangat moderat, toleran dan terbuka terhadap siapapun yang ingin belajar Islam.
Karenanya ketokohannya diakui oleh semua penganut madzhab dan aliran politik dan Islam sehingga almarhum dijuluki sebagai "Abul Muslimin" atau bapaknya umat Islam Indonesia, demikian Ajengan Toto.
Abdullah Nuh tokoh "aswaja" pejuang NKRI
Minggu, 19 Januari 2014 9:25 WIB