Bogor (ANTARA) - Pemilihan Umum (Pemilu) tahun ini di rasa cukup melelahkan bahkan berdampak mematikan. Hal itu disampaikan pengamat politik, Zezen Zaenal Mutaqin LLM kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/4/19).
Zezen berpendapat, ketika para pembesar negeri merancang pemilu serentak (Pilpres dan Pileg) ternyata banyak hal teknis detail yang luput dari bayangan dan imajinasi mereka dengan harapan pemilu terselenggara dengan cara sederhana.
"Jika pemilu serentak, harapannya akan lebih menghemat anggaran negara dan lebih sederhana, karena mengurangi jumlah pemilu dari dua kali, menjadi hanya satu kali," kata Zezen yang juga Mahasiswa Phd Universitas California, Los Angeles (UCLA).
Dalam hal distribusi logistik dan persiapan, pemilu kali ini memang lebih sederhana, hanya saja beberapa persoalan terkait banyaknya pemilih yang tidak terdaftar dan lamanya proses penghitungan suara.
Menurut Zezen, hal lain yang menyebabkan proses yang melelahkan dalam pemilu ini selain jumlah surat suara yang banyak juga karena perdebatan para saksi di TPS sehingga membutuhkan ketegasan untuk menghentikannya.
"Pemilu kali ini luar biasa merepotkan dan melelahkan, mereka mempunyai penafsiran sendiri tentang bagaimana surat suara sah," ujar Zezen.
Perbaikan ke depan
Ini adalah pemilu pertama secara serentak, dengan tujuan untuk efisiensi dan penghematan, namun rasanya anggaran dengan model serentak tidaklah jauh berbeda dengan model pemilu sebelumnya di mana pemilihan DPR dilaksanakan terpisah dengan Presiden.
Namun yang jelas, kata Zezen, dari segi teknis pelaksanaan, pemilu terpisah dua tahap relatif lebih bisa ditangani dan tidak menyebabkan panitia berguguran.
Pemilihan serentak pada satu hari membuat beban kinerja panitia (KPPS dan Panwas) berlipat-lipat karena surat suara Presdien, DPR, DPRD, DPD harus dihitung pada saat yang bersamaan, belum termasuk proses rekapitulasi dan sebagainya.
Jikapun sistem pemilihan ini ingin dipertahankan, maka perlu dibuat dua kelompok KPPS yang terpisah, bekerja secara independen meski bisa dilakukan dalam waktu dan tempat yang sama.
"Misalnya, KPPS Pemilu Presiden dan DPR menjadi satu tim, sementara KPPS pemilu DPD dan DPRD menjadi tim lain yang terpisah," paparnya.
Tujuannya adalah agar beban kinerja menjadi lebih realistis, serta meminimalisir risikonya, hanya saja anggaran akan membengkak karena jumlah panitia menjadi berlipat.
Pilihan lain, adalah waktu penghitungan yang tidak perlu disegerakan, bisa saja dibuat aturan hukum yang mengatur adanya jeda penghitungan: presiden dan DPR di hari pertama, sementara DPD dan DPRD di hari berikutnya.
"Hal ini tak terhindarkan karena tidak mungkin menghitung secara maraton tanpa mengorbankan energi dan bahkan nyawa panitia," paparnya lagi.
Ia berharap, gagasan setitik ini dapat menyumbang bagi perbaikan, Semoga mereka yang gugur dikenang sebagai para pahlawan demokrasi.
Pengamat politik: Pemilu yang melelahkan dan mematikan
Selasa, 23 April 2019 9:39 WIB
Jika pemilu serentak, harapan mereka akan lebih menghemat anggaran negara dan lebih sederhana, ternyata resiko besar bagi masyarakat.