Guangzhou, China (ANTARA) - Saat matahari terbenam dan lampu-lampu kota mulai dinyalakan, wajah modern kota Guangzhou yang sebenarnya mulai terungkap..
Beragam gedung pencakar langit yang menjulang di sepanjang sungai membuat salah satu kota terbesar di negeri Tirai Bambu itu semakin hidup.
Jembatan-jembatan yang membentang di atas sungai dilengkapi dengan kerlap-kerlip lampu semakin memantulkan pesona kota Guangzhou.
Di bawah jembatan, kapal-kapal yang sudah dihias dengan lampu lalu-lalang menyusuri Sungai Mutiara, semakin menambah keindahan kota Guangzhou pada malam hari.
Bagi pengunjung, pengalaman ini bukan sekadar perjalanan wisata, melainkan sebuah atraksi yang memadukan kehidupan metropolitan di pusat perekonomian China itu.
Padahal, kota tersebut pernah mengalami masa-masa suram. Mulai dari serangan Mongol di abad ke-13, Perang Candu I, Perang Candu II, dan Perang Dunia II. Hingga terjadinya pemberontakan terhadap pemerintah Jepang yang terkenal sebagai Revolusi Kebudayaan.
Kini, berkat kebijakan reformasi ekonomi dan industrialisasi China, Guangzhou bertransformasi menjadi kota modern dan pusat ekonomi utama.
"Bagus sekali pemandangannya, lampu-lampu dari gedung pencakar langit disamping Sungai Mutiara semakin membuat indah kota Guangzhou di mata pengunjung," ujar Aldi salah satu rombongan jurnalis Indonesia saat berkunjung ke Guangzhou baru-baru ini.
Jikalau Sungai Ciliwung yang melintasi Jakarta dibuat seperti Sungai Mutiara di Guangzhou, lanjut dia, pasti akan banyak menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Bagi dia, Jakarta dengan Sungai Ciliwungnya memiliki potensi menjadi salah satu destinasi wisata sungai yang menarik.
Pasalnya, Jakarta memiliki gedung-gedung pencakar langit, serta bangunan yang ikonik.
"Kalau menyisir Sungai Ciliwung pada malam hari, dapat melihat pemandangan yang menarik seperti yang ada di Sungai Mutiara ini," kata dia.
Dengan membayar tiket sebesar 80 yuan (Rp180 ribu), pengunjung dapat menaiki kapal wisata mewah bertingkat tiga untuk menyusuri Sungai Mutiara.
Kapal wisata itu memiliki tiga lantai dengan ruangan yang luas. Lantai satu dan dua ditata seperti restoran di mana ada bangku, meja serta bar.
Sedangkan lantai tiga dibuat terbuka agar wisatawan dapat menikmati udara terbuka, suasana dan pemandangan sungai di malam hari.
Kapal ini memiliki penataan tempat duduk yang nyaman agar wisatawan dapat menikmati gemerlapnya kota Guangzhou di malam hari.
Bagi yang membutuhkan sajian minuman maupun makanan, pengunjung dapat memanfaatkan bar kecil yang berada di dalam kapal.
Lantai tiga yang merupakan ruang terbuka di kapal, menjadi spot menarik bagi para pengunjung yang kebanyakan didominasi oleh pasangan muda China.
Menara Kanton dan gedung-gedung pencakar langit yang bermandikan gemerlap lampu tampak begitu jelas terlihat di lantai tiga kapal itu.
Momen tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh banyak pasangan muda China. Mereka berpose dengan wajah ceria dengan latar belakang Menara Kanton di tengah semilir angin yang berhembus kencang.
Suara riuh pengunjung seringkali terdengar saat kapal berlantai tiga itu melewati jembatan yang juga berlampu kerlap-kerlip, terkadang berwarna merah, biru, hijau, maupun oranye yang silih berganti setiap menitnya.
Selama satu jam perjalanan, wisatawan disuguhkan dengan keindahan cahaya lampu dari gedung-gedung, jembatan, pinggiran sungai, kapal wisata yang mondar mandir, termasuk kapal wisata khusus acara pernikahan.
"Suasananya sangat romantis di lantai tiga ini yah. Ini adalah spot terbaik untuk mengabadikan momen apalagi bersama pasangan," ujar Oliver, pemandu wisata yang juga warga setempat.
Ia mengatakan musim gugur (September hingga November) dianggap sebagai puncak pariwisata di Guangzhou .
Pada waktu itu, cuaca sedang nyaman dengan suhu 22°C hingga 30°C, langit cerah, dan curah hujan rendah, sehingga sangat ideal untuk aktivitas luar ruangan seperti menyusuri Sungai Mutiara.
Bagi warga Guangzhou, Sungai Mutiara sangat bersejarah karena pada tahun 214 SM, permukiman pertama yang menjadi cikal bakal Kota Guangzhou berdiri di tepi sungai ini.
Di balik keindahan Sungai Mutiara, sungai tersebut merupakan yang terpanjang ketiga di China (2.400 km) dan terbesar kedua berdasarkan volume air, setelah Sungai Yangtze.
Daerah aliran Sungai Mutiara membentang seluas sekitar 453.700 km2 yang meliputi beberapa provinsi di China Tengah Selatan dan Barat Daya, serta sebagian kecil di Vietnam timur laut .
Muara sungai ini membentuk sebuah teluk besar (Zhujiang Kou) yang memisahkan Makau dan Zhuhai dari Hong Kong dan Shenzhen, menjadikannya pusat pertemuan lalu lintas air yang vital.
Oliver mengatakan kawasan ini dikenal sebagai poros penggerak dan mesin ekonomi Tiongkok karena di sekitar sungai terdapat berbagai kota industri sebagai poros pertumbuhan ekonomi China Selatan selama beberapa abad terakhir.
Kawasan ini menjadi rumah bagi kota-kota industri penting seperti Guangzhou, Shenzhen, dan Dongguan, yang menjadi pusat ekspor-impor China, salah satunya melalui pekan raya legendaris Canton Fair.
"Sebagai ibu kota Provinsi Guangdong, Guangzhou telah memegang peran strategis sebagai pusat perdagangan China selama berabad-abad, sekaligus menjadi salah satu hub ekspor-impor terpenting di dunia modern," kata Oliver.
Landasan sejarah dan posisi geografis Guangzhou di Delta Sungai Mutiara telah menjadikannya gerbang maritim China sejak Jalur Sutra Maritim kuno.
Warisan ini berlanjut hingga hari ini, dengan konektivitas transportasi yang memadai serta teknologi canggih yang mumpuni.
