Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Metalurgi Material Indonesia (AMMI) Askar Triwiyanto, PhD bersama para pemangku kepentingan bidang metalurgi mencermati keputusan pemerintah untuk melakukan konsolidasi smelter yang disita di bawah naungan PT Timah yang telah otomatis menjadi milik negara.
"Penyerahan ini bukanlah jalan pintas menuju profitabilitas. Ini adalah mandat nasional yang dibebankan kepada PT Timah untuk menertibkan industri timah, memutus rantai pasok ilegal, dan mengubah aset hasil kejahatan menjadi aset produktif bagi negara," kata Askar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu.
Pemerintah melalui Kejaksaan Agung telah menyerahkan 6 smelter sitaan kepada PT Timah Tbk (TINS) sebagai BUMN yang ditunjuk untuk mengelola dan mengoperasikannya.
Penyerahan ini disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 6 Oktober 2025, menandai dimulainya fase optimasi.
Optimasi 6 smelter timah ini merupakan sebuah proses multi-tahap yang kompleks, dimana beralih dari isu hukum menjadi tantangan operasional juga strategis yang berskala nasional.
Selain itu lanjutnya juga ada aspek Mineral Ikutan (Monasit) jadi perhatian Presiden dimana beliau secara khusus menyoroti potensi besar dari mineral ikutan yang ditemukan di kawasan smelter timah, yaitu Monasit (mineral tanah jarang).
Menurutnya, Monasit memiliki nilai ekonomi sangat tinggi, mencapai sekitar US$200.000 per ton.
Potensi kerugian negara dari kegiatan ilegal oleh enam perusahaan tersebut, termasuk potensi kerugian dari Monasit yang belum diolah, ditaksir mencapai Rp300 triliun.
Penyerahan smelter ini bertujuan untuk menghentikan kerugian negara dan mulai memanfaatkan mineral ikutan tersebut.
Dalam analisis teknologinya AMMI mengungkap bahwa 6 smelter ini merupakan tantangan menarik yang menjadi beban strategis karena ia bukan hadiah instan mengingat hadirnya faktor beban finansial untuk memperbaiki aset yang mungkin bermasalah secara operasional juga beban untuk memastikan hasilnya menguntungkan secara jangka panjang.
Sejatinya keputusan ini berimplikasi pada urgensi mengkombinasikan smelter timah jenis baru dan lama dimana kesuksesannya bergantung pada empat faktor utama: kelayakan ekonomi, perbedaan teknologi, kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, dan strategi operasional.
Para ahli telah menjelaskan bahwa spesifikasi smelter timah bersifat kompleks serta mencakup beberapa area kunci, mulai dari input bahan baku, kapasitas, output produksi berupa kemurnian timah, teknologi yang digunakan hingga aspek pengendalian lingkungan.
Dalam kaitan potensi ekonomi tertinggi pada residu (terak) peleburan yang mengandung Monasit, maka diperlukan investasi dan pengembangan keahlian dalam teknologi pemisahan dan pemurnian Monasit dari terak timah.
Ini adalah tantangan metalurgi yang berbeda dan harus terpisah dari bisnis timah konvensional dengan fasilitas baru yang meliputi proses Cracking, Leaching, dan Separasi REE (logam Tanah jarang).
Saat yang sama industri timah global bergulat dengan penurunan mutu bijih serta peraturan lingkungan yang semakin ketat, kombinasi strategis antara smelter lama dan teknologi pemrosesan modern menjadi perhatian utama.
Keniscayaan integrasi yang cerdas dan sinergis yang disesuaikan dengan konteks ekonomi dan operasional tertentu menjadi mutlak.
Inti dari evolusi ini adalah transisi dari tungku reverberatory tradisional yang membutuhkan banyak energi ke tungku reverberatory yang canggih dan sangat efisien.Teknologi Top Submerged Lance (TSL), seperti sistem Ausmelt dan ISASMELT.
Poros teknologi ini menentukan strategi inti untuk menciptakan operasi peleburan yang optimal dan terintegrasi.
Diskusi kalangan ahli AMMI melihat urgensi dibentuknya Tim Ahli Metalurgi dan Pertambangan yang bersifat independen guna mendampingi PT Timah dalam technical assessment dan revamp smelter karena keberhasilan program ini tidak semata diukur dari seberapa cepat smelter-smelter tersebut kembali berasap, tetapi dari seberapa baik mereka dapat mengubah aset penuh masalah ini menjadi bagian yang produktif, legal, dan berkelanjutan dari ekosistem industri timah nasional.
Askar optimis bahwa secara keseluruhan, optimasi 6 smelter sitaan ini adalah proyek monumental untuk merestrukturisasi tata kelola industri timah Indonesia.
Langkah ini mengubah aset yang sebelumnya menjadi sumber kerugian negara menjadi pilar strategis untuk meningkatkan pendapatan, menegakkan hukum, dan memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan di bawah kendali negara.
Kesimpulannya, praktik terbaik global untuk menggabungkan teknologi peleburan timah bukanlah sekadar pilihan antara yang lama dan yang baru.
Melainkan tentang menciptakan sistem yang dinamis, fleksibel, dan terintegrasi di mana teknologi modern membuka nilai dalam sumber daya yang menantang dan aset lama dialihfungsikan untuk efisiensi maksimum sesuai kemampuannya.
Perpaduan strategis ini harus didukung oleh manajemen operasional yang cerdas dan taktis karena merupakan jalur definitif menuju masa depan yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam industri timah.
