Kabupaten Bogor (ANTARA) - Dewan Pembina DPP Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU), KH Agus Salim atau Gus Lim, mendorong pemerintah meninjau ulang rencana pengurangan jumlah Syarikah Haji dari delapan menjadi dua perusahaan.
Ia menilai, kebijakan tersebut perlu dikaji secara mendalam agar tidak berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan dan kenyamanan jemaah haji Indonesia.
Menurutnya, sistem Syarikah Haji yang mulai diterapkan tahun 2025 membawa semangat baru profesionalisme dalam pelayanan ibadah haji. Namun, jika jumlah syarikah dikurangi terlalu drastis, justru berpotensi memunculkan monopoli dan mempersempit ruang kompetisi sehat.
“Sesuai hasil Rakernas DPP FK KBIHU tentang evaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 pada Agustus lalu, kami mengusulkan pemerintah tetap menggunakan sedikitnya dua dan maksimal empat syarikah,” ujar Gus Lim kepada wartawan di Bogor.
Ia menjelaskan, delapan perusahaan swasta Arab Saudi saat ini bekerja sama dengan Kementerian Haji RI untuk menyediakan layanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi bagi jemaah haji reguler Indonesia. Sistem tersebut menggantikan lembaga Muassasah yang sebelumnya dikelola pemerintah Arab Saudi.
Tujuan dari sistem baru ini, kata dia, adalah meningkatkan kualitas layanan melalui kompetisi sehat antarperusahaan. Namun rencana pengurangan syarikah pada tahun mendatang justru dikhawatirkan menghambat semangat profesionalisme yang tengah dibangun.
“Penyelenggaraan haji tidak bisa disederhanakan hanya dengan efisiensi administratif. Diperlukan koordinasi lintas lembaga dan komunikasi intensif antara Kementerian Haji RI dengan Kementerian Haji Arab Saudi,” ujarnya menambahkan.
Gus Lim menegaskan, KBIHU memiliki pengalaman langsung di lapangan dalam membimbing dan mendampingi jemaah, sehingga perlu dilibatkan dalam proses evaluasi kebijakan.
“Yang tahu kondisi lapangan itu kami. Petugas bisa berganti, tapi pembimbing KBIHU setiap tahun berangkat, jadi kami tahu keluhan jamaah dan persoalan teknis yang muncul,” tegasnya.
Selain aspek teknis, ia menyoroti pentingnya payung hukum dan sinkronisasi kebijakan antarnegara. Menurutnya, transisi dari sistem Muassasah ke Syarikah masih membutuhkan waktu adaptasi, terutama dalam hal kontrak kerja, tanggung jawab, dan standar layanan.
“Arab Saudi juga sedang menata sistem internalnya. Indonesia jangan tergesa-gesa ikut menyesuaikan tanpa evaluasi menyeluruh. Harus ada keseimbangan antara kepentingan bisnis dan pelayanan ibadah,” katanya.
Lebih lanjut, Gus Lim berharap kerja sama Indonesia–Arab Saudi di bidang haji dijaga dalam semangat kemitraan yang setara. Pemerintah, lanjut dia, juga perlu memperkuat peran lembaga seperti KBIHU agar pembimbingan jamaah lebih terintegrasi dan berkelanjutan.
“Dalam kebijakan haji reguler, pemerintah sebaiknya melibatkan KBIHU karena kami berhadapan langsung dengan jamaah dari awal bimbingan hingga kembali ke tanah air,” ujarnya.
Ia memastikan FK KBIHU siap berkontribusi aktif dalam evaluasi kebijakan Syarikah Haji 2026 agar penyelenggaraan haji ke depan lebih tertata, profesional, dan berkeadilan.
“Tujuan kita sama: jamaah Indonesia harus mendapat pelayanan terbaik. Jangan sampai efisiensi justru mengorbankan kenyamanan dan kemaslahatan jamaah,” tutup Gus Lim.
Gus Lim dorong pemerintah tinjau ulang rencana pengurangan Syarikah Haji
Senin, 13 Oktober 2025 21:15 WIB
Dewan Pembina DPP Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU), KH Agus Salim atau Gus Lim saat beraudiensi di Kota Makkah, Saudi Arabia. ANTARA/HO
