Depok (ANTARA) - Kemiskinan masih menjadi salah satu tantangan terbesar di Indonesia. Hampir setiap hari, berita mengenai kemiskinan selalu muncul di berbagai media, baik media resmi maupun media sosial.
Tidak jarang, muncul pula suara-suara yang mempertanyakan sejauh mana peran pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan solusi jangka panjang. Jika masalah ini tidak ditangani secara serius, kemiskinan berpotensi menimbulkan persoalan sosial yang lebih luas, bahkan dapat memicu konflik sosial serta mengganggu stabilitas pembangunan nasional.
Kemiskinan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Di satu sisi, kemiskinan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Di sisi lain, masalah kesehatan dapat memperburuk kondisi kemiskinan.
Biaya pengobatan yang tinggi kerap menguras keuangan keluarga. Orang yang menderita sakit berat bisa kehilangan produktivitas, bahkan pekerjaan. Jika pencari nafkah jatuh sakit, maka seluruh anggota keluarga terancam jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
Dalam konteks inilah BPJS Ketenagakerjaan hadir sebagai lembaga publik yang bertugas memberikan perlindungan sosial ekonomi bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor formal maupun informal.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan: Benteng Baru Bela Negara Ekonomi
Tujuannya adalah mencegah pekerja dan keluarganya terjerumus ke dalam kemiskinan akibat risiko sosial, seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), meninggal dunia, atau memasuki masa pensiun.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga berperan mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja dalam jangka panjang.
Program BPJS Ketenagakerjaan terbuka bagi berbagai kelompok, mulai dari pekerja penerima upah di perusahaan, pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal, hingga pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dengan cakupan yang luas, lembaga ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi lebih banyak pekerja.
Namun, tantangan besar masih dihadapi. Rendahnya kesadaran dan partisipasi pekerja informal, minimnya pemahaman masyarakat tentang manfaat program, serta masih adanya perusahaan yang belum patuh dalam mendaftarkan karyawannya menjadi hambatan utama.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sosialisasi yang lebih gencar dengan menampilkan bukti nyata manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, pekerja dan pemberi kerja, baik di sektor formal maupun informal, terdorong untuk secara sukarela menjadi peserta.
Selain sosialisasi, langkah penting lainnya adalah digitalisasi layanan agar proses pendaftaran dan klaim lebih mudah. Perluasan kerja sama dengan fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta juga perlu ditingkatkan.
Di samping itu, kolaborasi dengan asosiasi, komunitas, koperasi, dan pemerintah daerah harus diperkuat. Tidak kalah penting, pengawasan serta penerapan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak patuh juga harus diperketat.
Optimalisasi peran BPJS Ketenagakerjaan dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan memerlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, partisipasi aktif masyarakat, dan inovasi sistem pelayanan.
Pemerintah diharapkan terus memperkuat dukungan kebijakan agar BPJS Ketenagakerjaan mampu menjangkau lebih banyak pekerja, terutama pekerja informal.
Sehatnya pekerja adalah modal utama sebuah bangsa. Pekerja yang sehat akan lebih produktif, sehingga produktivitas nasional juga meningkat.
Di balik pekerja yang sehat terdapat keluarga yang sejahtera dan bahagia. Pada akhirnya, keluarga yang bahagia akan melahirkan masyarakat yang aman, tenteram, dan makmur.
Swartoko, Direktur Bina Mediator Hubungan Industrial, Direktorat Jenderal PHI dan Jamsos.
