Denpasar (ANTARA) - End Child Prostitution in Asian Tourism (ECPAT) Indonesia, jaringan global organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk mengakhiri eksploitasi seksual terhadap anak, menyatakan sangat diperlukan perlindungan anak di sektor pariwisata, khususnya di Bali.
"Bali itu kan destinasi pertama Indonesia yang diketahui oleh masyarakat dunia, sehingga kalau kita punya komitmen yang baik dalam melindungi anak, akan membantu menunjukkan respons positif pemerintah kita dan masyarakat, khususnya Bali, kita punya kontribusi yang baik dalam perlindungan anak," kata Koordinator Nasional ECPAT Indonesia Andy Ardian di Denpasar, Bali, Senin.
Sebagai destinasi unggulan Indonesia, Bali memiliki daya tarik yang signifikan, baik di tingkat domestik maupun internasional, sehingga tidak heran pada tahun 2024, Bali menyumbang 44 persen dari total devisa pariwisata Indonesia, dengan kontribusi sebesar Rp107 triliun terhadap perekonomian nasional.
Namun, pertumbuhan pariwisata yang pesat dan tingginya arus wisatawan menghadirkan tantangan besar, terutama dalam memastikan perlindungan anak dan mendorong praktik pariwisata berkelanjutan.
Banyak pekerja anak di Bali terlibat dalam sektor yang sangat rentan terhadap eksploitasi, yang menimbulkan risiko serius terhadap perkembangan fisik dan mental mereka.
Anak-anak tersebut sering ditemukan bekerja di sektor informal yang tidak diatur dan distigmatisasi, seperti spa, berdagang di jalanan, mengamen, bekerja di akomodasi informal, serta industri berbasis rumah tangga.
Baca juga: Gubernur Bali cek pembangunan menara Turyapada
Baca juga: Bangli gaet investasi wisata kapal pesiar ramah lingkungan di Danau Batur Bali
