Padang (ANTARA) - Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat (Sumbar), menyakini lima sejarawan asal perguruan tinggi itu yang terlibat dalam penulisan ulang sejarah nasional akan bersikap profesional.
"Lima sejarawan Unand yang terlibat, kami yakini akan bekerja profesional dalam menulis ulang sejarah Indonesia," kata Rektor Unand Efa Yonnedi di Kota Padang, Sabtu.
Rektor menegaskan komitmen kelima sejarawan tersebut sejalan dengan sikap perguruan tinggi yang menghormati dan mengedepankan mimbar akademik dalam konteks pencarian kebenaran secara objektif.
Para akademisi yang mendalami ilmu sejarah itu juga terlibat langsung dalam diskusi-diskusi publik serta menyatakan pendapat-pendapat kritis tanpa memihak atau tanpa dibayangi rasa takut.
Baca juga: Universitas Andalas Sumbar kembali tambah lima guru besar dari Fakultas Teknik
Baca juga: Universitas Andalas hasilkan 13.349 kekayaan intelektual selama satu dekade terakhir
"Jadi, kami menjamin proses mimbar akademik itu berjalan di luar kampus secara profesional," ujar Rektor Unand Efa Yonnedi.
Menurutnya, sejauh ini kelima sejarawan Unand yang terlibat sudah banyak memberikan kontribusi atau sumbangsih dalam penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).
Pihaknya juga menjamin kampus atau pimpinan perguruan tinggi tidak akan melakukan intervensi, atau memberikan semacam arahan dalam penulisan ulang sejarah kepada kelima sejarawan yang terlibat.
Baca juga: Universitas Andalas penghasil guru besar tercepat
"Kami menaruh hormat pada metodologi yang sudah dikembangkan dan grand theory yang juga dipakai serta referensi yang digunakan, sehingga dipastikan tidak ada arahan apalagi intervensi," ucapnya.
Terlepas dari pro dan kontra penulisan ulang sejarah Indonesia, Rektor Unand berharap gagasan Kementerian Kebudayaan tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang positif, terutama bagaimana masyarakat mencintai sejarah bangsa.
"Semoga kita bisa menghasilkan buku sejarah, menyukai, dan mencintai buku tersebut. Tentu saja setiap pandangan inklusif dan tidak ada kelompok yang merasa dimarginalkan atau yang terluka," kata Rektor Unand Efa Yonnedi.