Kota Bogor (ANTARA) - Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor Banu Lesmana menyampaikan kekesalannya atas kebijakan Satpol PP Kota Bogor menghancurkan gerobak milik pedagang usai melakukan penertiban di Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat.
Banu Lesmana di Bogor, Kamis, menilai tindakan yang dilakukan oleh Satpol-PP Kota Bogor tidak jauh berbeda dengan kelakuan preman yang bertindak semena-mena.
“Kondisi ekonomi masyarakat saat ini sulit, negara pun belum mampu menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Seharusnya pemerintah membina warga yang berusaha bertahan hidup, bukan malah memusnahkan alat usahanya dan ini menunjukkan mental premanisme yang tidak baik,” ucap Banu.
Senada, Sekretaris Komisi I DPRD Kota Bogor, Said Muhamad Mohan pun menilai tindakan yang dilakukan oleh Satpol-PP Kota Bogor berlebihan. Karena pada dasarnya Satpol-PP memiliki tugas untuk melakukan pembinaan dan penyuluhan.
Hal itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2018 tentang Satpol-PP dan Perda nomor 1 tahun 2021 tentang Ketertiban Umum.
“Dari aturan-aturan yang ada, kegiatan utama dari Satpol-PP adalah pembinaan dan penyuluhan. Bukan menunjukkan kuasa dan kekuatan dengan menghancurkan gerobak,” tegas Mohan.
Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor yang juga koordinator Komisi I DPRD Kota Bogor, M. Rusli Prihatevy pun turut mempertanyakan prosedur yang dilakukan oleh Satpol-PP Kota Bogor.
Sebab, berdasarkan Pasal 41 Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Tibum ada tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan penghancuran barang bukti pelanggaran Perda.
Terlebih di dalam Pasal 36 terdapat banyak jenis sanksi administratif yang dapat diberikan kepada para pedagang yang diduga melakukan pelanggaran tibum.
“Sanksi yang bisa diberikan kan banyak jenisnya. Tentu ini harus ditelusuri prosesnya apakah sudah sesuai dengan Perwali yang ada atau belum. Karena kalau memang cacat prosedur tentu ini kelalaian serius yang dilakukan oleh Satpol-PP,” kata Rusli.
Gelombang protes juga muncul dari Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor Sugeng Teguh Santoso dan Fajar Muhammad Nur. Mereka berdua menilai tindakan yang dilakukan oleh Satpol-PP tidak memiliki asas kebermanfaatan dan hanya membuat gaduh.
Sugeng menegaskan, penghancuran barang hanya bisa dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan, terutama jika barang tersebut dianggap sebagai sarana tindak pidana.
“Ini hanya pelanggaran ketertiban umum, bukan tindak pidana. Maka harusnya tidak ada pengrusakan,” ujarnya.
Fajar menyebut bahwa penegakan sanksi seharusnya melalui mekanisme sidang tindak pidana ringan (tipiring) di pengadilan.
“Apa yang dilakukan Satpol PP ini termasuk tindakan di luar hukum dan bisa dikatakan sebagai main hakim sendiri,” tutupnya.
Atas adanya kejadian ini, Komisi I DPRD Kota Bogor juga akan menindaklanjuti dengan memanggil pihak Satpol-PP Kota Bogor untuk dimintai keterangan.
Baca juga: Ketua DPRD Bogor maknai Harkitnas semangat gotong royong bangun daerah
Baca juga: DPRD dan Pemerintah Kota Bogor satu visi berantas minol ilegal