Jakarta (ANTARA) - Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) telah lama berperan sebagai lembaga yang mengelola dan menyajikan data statistik untuk perencanaan pembangunan nasional. Walaupun BPS memiliki peran sentral, sering kali kita mendapati adanya inkonsistensi dan fragmentasi data yang menghambat implementasi kebijakan yang efektif.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah adanya data yang tumpang tindih dan tidak terintegrasi antarkementerian dan lembaga negara. Misalnya, berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masing-masing mengumpulkan data dengan standar yang berbeda-beda, yang membuatnya sulit untuk digabungkan atau dibandingkan.
Data terintegrasi
Ada beberapa keuntungan penting dari pengelolaan data statistik yang terintegrasi di bawah satu lembaga yang kredibel.
Pertama, standardisasi data yang seragam di seluruh sektor. Dengan adanya lembaga yang mengawasi pengumpulan dan penyajian data, standar yang jelas akan diterapkan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan dapat dibandingkan dan digunakan untuk analisis secara lebih akurat.
Kedua, keakuratan dan konsistensi data yang dihasilkan. Dengan mengintegrasikan data dari berbagai sektor ke dalam satu sistem yang dikelola oleh lembaga pengendali statistik, kebijakan yang diambil akan lebih tepat sasaran.
Ketiga, efisiensi dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya lembaga pengendali yang mengatur semua data statistik, pengambil kebijakan dapat mengakses data yang akurat dan terkini dengan mudah, mempercepat proses pengambilan keputusan. Penyajian data ini sangat penting, terutama di tengah dinamika global yang berubah cepat dan kebutuhan akan keputusan yang berbasis bukti secara real-time.
Perlindungan Data
Untuk memastikan keberhasilan implementasi RUU Statistik, kesiapan dalam beberapa aspek menjadi sangat penting. Pertama, Legal & Regulatory Readiness harus memastikan pengumpulan, pengolahan, dan diseminasi data sesuai dengan standar nasional dan tidak melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Kedua, Data Governance Readiness harus memastikan pengelolaan metadata dan dokumentasi yang memadai, serta standar kualitas data yang konsisten dengan Standar Statistik Nasional (SSN) untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat dipercaya.
Ketiga, Organizational & People Readiness perlu diperkuat dengan membangun kapasitas sektor pemerintah dan swasta dalam pelaporan statistik, perlindungan data, dan penerapan standar metadata.
Keempat, Technology Readiness yang juga krusial dalam pengembangan integrasi sistem data antar instansi dan peningkatan keamanan data, dengan tujuan memastikan data dikelola dengan aman dan efisien sesuai dengan tujuan RUU Statistik.
*) Rioberto Sidauruk adalah Tenaga Ahli di Komisi VII DPR RI.