Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyatakan bahwa pengelolaan sampah di destinasi wisata merupakan fondasi utama dalam menghadirkan destinasi yang nyaman dan lestari.
"Pengelolaan sampah yang terorganisir akan membawa pengaruh baik bagi keberlanjutan dan citra pariwisata Indonesia secara global," kata Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ni Luh Puspa mengatakan, penerapan pengelolaan sampah berbasis 3R (reduce, reuse, recycle) sebagai wujud nyata dalam menghadirkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Desa Wisata Hariara Pohan, Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara, yang sejak Agustus 2024 telah menerapkan pengelolaan sampah berbasis 3R.
Berdasarkan data yang dilaporkan Bupati Samosir, sepanjang tahun 2024 terdapat lebih dari 1,2 juta wisatawan datang ke daerah ini.
Baca juga: Kemenpar gandeng sejumlah unsur pentahelix kembangkan SDM bidang Pariwisata
Jumlah tersebut sudah melampaui target tahun 2024 yakni 600 ribu pengunjung.
Melihat data tersebut, menurut Wamenpar Ni Luh Puspa, pengelolaan sampah menjadi krusial untuk diatasi agar sektor pariwisata dapat terus berkembang dan berdaya bersama dengan masyarakat.
"Sebagai destinasi nasional dan global, Danau Toba dapat menjadi teladan bagi desa-desa lainnya. Karena tidak hanya menjaga keberlanjutan lingkungan, namun juga bermanfaat bagi masyarakat khususnya sektor pariwisata dan pertanian," ujarnya.
Sementara itu, salah satu pengelola Desa Wisata Hariara Pohan sekaligus Ketua TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) Muhammad Yusuf Sihotang mengatakan bahwa masyarakat perlahan mulai menyadari betapa pentingnya pengelolaan sampah dengan baik dan benar.
Kesadaran tersebut muncul sejak Desa Hariara Pohan mengikuti program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 yang diinisiasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Pariwisata memberikan pendapatan terbanyak kepada masyarakat di desa ini. Karena ikut serta dalam ajang ADWI 2023, kami perlahan termotivasi untuk membersihkan sampah-sampah itu," ujar Yusuf.
Baca juga: Kemenpar bahas dampak penerapan efisiensi bagi sektor pariwisata bersama PHRI
Terkait TPS3R, Yusuf menjelaskan bahwa pihaknya menerima sampah plastik yang berasal dari Desa Wisata Hariara Pohan dan desa tetangga lainnya.
Sampah yang diterima diolah menjadi salah satu bahan bernilai ekonomis tinggi, yakni bahan bakar minyak (BBM) berupa solar yang dapat digunakan untuk menghidupkan mesin diesel.
Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan mengurangi tercemarnya destinasi dengan sampah plastik.
Yusuf mengungkapkan, mulanya sampah plastik dikumpulkan dari sejumlah desa, kemudian dipilah sesuai dengan jenis plastiknya, setelah itu dicacah menggunakan mesin pencacah untuk memudahkan proses pengolahan sampah melalui tabung reaktor.
"Dicacah dihancurkan sampai berukuran kecil. Kemudian diproses di tabung reaktor yang bisa muat kapasitas sebanyak 20 kilogram," kata Yusuf.
Hingga kini, Desa Wisata Hariara Pohan sudah mandiri dalam memproses sampah plastiknya. Yusuf mencatat hingga kini desanya sudah mengelola sampah hampir 7.000 kg dengan jumlah solar yang sudah dihasilkan mencapai lebih dari 200 liter.
Baca juga: Kemenpar perkuat wisata lewat program unggulan
Menurut dia, hasil solar ini dirasakan secara langsung manfaatnya oleh masyarakat utamanya kelompok tani.
Jumlah solar yang dihasilkan juga tergantung dengan jenis plastiknya. Biasanya untuk jenis plastik minuman gelasan dengan sebanyak 20 kg dapat menghasilkan hingga 24 liter. Sementara, untuk sampah plastik jenis kantong plastik, hanya menghasilkan 18 liter.
"Untuk bisa menghasilkan solar, proses yang berlangsung melalui tabung reaktor memakan waktu 6 hingga 8 jam untuk bisa menyentuh 300 derajat Celcius agar dapat berubah menjadi solar. Ketika suhu turun di angka 270, itu bukan solar lagi melainkan minyak tanah," ujar Yusuf.
