Depok (ANTARA) - Guru Besar dalam Bidang Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Ratih Lestarini melakukan kajian interaksi dan peran hukum di tengah masyarakat.
"Pentingnya memahami realitas pluralisme hukum di Indonesia. Dalam konteks bekerjanya hukum, belum banyak akademisi yang memahami peran dan wujud eksistensi hukum yang dibahas dari perspektif Sosiologi Hukum," kata Ratih Lestarini di Kampus UI Depok, Jumat.
Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat memahami hukum negara dengan segala ketentuannya dan mekanisme penegakannya, sehingga permasalahan hukum tidak saja terkait dengan penggabungan hukum, melainkan bagaimana hukum negara dapat berfungsi membahagiakan bagi banyak orang.
“Fungsi hukum sendiri adalah memberikan keadilan hukum. Hukum haruslah menghidupkan dan melestarikan kehidupan secara lahiriah. Itulah satu proses yang bersifat resiprokal, di mana hukum yang memberikan kehidupan kepada masyarakat akan dihidupi keberlangsungannya oleh masyarakat,’’ ujarnya.
Meski demikian, keberadaan hukum negara kerap berinteraksi, bahkan berbenturan dengan sistem hukum adat dan norma sosial yang hidup di tengah masyarakat.
Selalu ada dua hukum yang berbeda yang masing-masing disebabkan karena struktur sosial dan budaya yang menyebabkan setiap masyarakat membentuk hukumnya sendiri, sementara di dalam masyarakat terdapat pula hukum negara.
Oleh karena itu, interaksi keduanya dapat memunculkan persoalan karena tidak selalu bersifat saling compatible.
Dalam konteks masyarakat adat, katanya, seperti dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga atau sengketa tanah, hukum adat tetap menjadi mekanisme penyelesaian utama yang lebih diterima oleh masyarakat.
Namun, tantangan muncul ketika nilai-nilai lokal ini harus berdialog dengan kebijakan pembangunan nasional yang membawa norma hukum negara. Oleh karenanya, hukum harus memberikan fungsi nyata di dalam masyarakat.
Penelitian Prof Ratih pada masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dari 2019–2023, serta pada masyarakat Minang-selain Bajo, Rote, dan Bajawa-menemukan bahwa penggunaan hukum negara dilakukan jika hukum adat dianggap sudah tidak menimbulkan efek jera.
Artinya, bagi masyarakat, mereka menggunakan hukumnya sendiri secara otonom. Mereka menganggap bahwa hukum adat bisa memberikan keadilan karena memiliki prinsip harmoni.