Jakarta (ANTARA) - Panel harga dari Badan Pangan Nasional di Jakarta, Selasa, mencatat harga bawang merah di tingkat konsumen mencapai Rp42.876/kg alias turun dibandingkan hari sebelumnya Rp44.919/kg.
Sementara harga cabai rawit merah naik menjadi Rp79.371/kg dari sebelumnya Rp78.721/kg, cabai merah keriting Rp60.573/kg turun dari Rp60.831/kg, cabai merah besar Rp51.161/kg turun dari Rp51.651/kg.
Harga pangan lainnya di tingkat pedagang eceran secara nasional, beras premium Rp15.575/kg, naik tipis dari sebelumnya di harga Rp15.570 per kg.
Beras medium Rp13.647/kg, turun dari sebelumnya Rp13.716/kg.
Komoditas jagung tingkat peternak tercatat Rp5.939/kg, turun dari sebelumnya Rp6.221/kg. Kedelai biji kering impor Rp10.681/kg, turun dari sebelumnya Rp10.787/kg.
Bawang putih bonggol Rp44.134/kg, turun dari sebelumnya Rp44.899/kg.
Harga daging sapi murni Rp136.877/kg, naik dari sebelumnya Rp135.623/kg; daging ayam ras Rp33.951/kg turun dari Rp34.353/kg; telur ayam ras Rp28.856/kg turun dari Rp28.723/kg.
Gula konsumsi Rp18.430/kg turun dari sebelumnya Rp18.552/kg.
Harga minyak goreng kemasan Rp20.359/liter, turun dari sebelumnya Rp20.733/liter; minyak goreng curah Rp17.451/liter turun dari Rp17.918/liter; Minyakita Rp17.534/liter turun dari Rp17.637/liter.
Sebelumnya,pada akhir pekan lalu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan diversifikasi pangan lokal merupakan strategi penting untuk memenuhi kebutuhan nasional serta memperkuat ketahanan pangan berbasis potensi sumber daya dalam negeri.
Arief menekankan pemanfaatan ragam pangan lokal harus menjadi prioritas bersama. Indonesia memiliki kekayaan hayati berupa 77 jenis pangan sumber karbohidrat yang tersebar di berbagai wilayah, namun sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal.
"Jadi dalam pemenuhan pangan, salah satu strategi untuk mencapainya meliputi optimalisasi lahan, ekstensifikasi lahan, dan yang satunya lagi adalah diversifikasi pangan," ucapnya.
Diversifikasi pangan telah diatur dalam Perpres Nomor 81 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal, yang mendorong pemanfaatan produksi dalam negeri oleh seluruh komponen bangsa di setiap wilayah.
"Dalam Perpres ini disampaikan bahwa kalau kita bisa memanfaatkan produksi dalam negeri ini, tentunya dari setiap wilayah, seluruh komponen bangsa ada di situ,” ujar Arief.
Arief menekankan pentingnya mengangkat kembali kearifan pangan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Tidak hanya soal keberagaman karbohidrat, tetapi juga bagaimana masyarakat lokal mengombinasikan sumber pangan dengan protein dari alam sekitar.
Dia menjelaskan dalam konsep isi piring sehat, sepertiga bagian untuk karbohidrat tidak harus selalu diisi oleh nasi, melainkan bisa digantikan dengan sumber lain seperti singkong, kentang, sorgum, sagu, atau jagung. Di berbagai daerah, masyarakat masih terbiasa mengonsumsi singkong, ubi jalar, atau ubi rambat sebagai menu sarapan harian yang juga merupakan sumber karbohidrat.
Selain itu, kebiasaan sarapan petani di daerah umumnya mencerminkan kearifan pangan lokal, seperti singkong rebus, jagung, kacang rebus yang kaya karbohidrat dan protein, serta ikan air tawar hasil budidaya di kolam pekarangan rumah.
"Bahkan, kalau kita sering ke daerah, sarapan petani itu biasanya singkong rebus, jagung, kacang rebus, sumber karbohidrat dan protein. Ada juga ikan air tawar dari kolam kecil di pekarangan. Ini contoh kearifan pangan lokal yang luar biasa,” kata Arief.
Ia juga menyoroti masih perlunya meningkatkan kualitas konsumsi pangan lokal saat ini. Konsumsi singkong hanya 9,5 kg per kapita per tahun, ubi jalar 3 kg per kapita, sedangkan konsumsi beras mencapai 84 kg per kapita per tahun.
Hal itu menunjukkan dominasi konsumsi nasi yang perlu segera diimbangi dengan edukasi serta penyediaan alternatif pangan berbasis sumber daya lokal.
Menurutnya di berbagai daerah Indonesia terdapat potensi pangan lokal yang sangat beragam, seperti sagu di Papua, beras jagung di Sulawesi Selatan, dan konsumsi belut sebagai sumber protein oleh masyarakat Wonosobo. Keragaman itu menunjukkan betapa kayanya sumber daya pangan nasional yang dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ikan dan belut merupakan contoh sumber protein tinggi yang tidak hanya bergizi, tetapi juga diyakini dapat menunjang kecerdasan. Kebiasaan mengonsumsi ikan menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang mendukung kualitas gizi masyarakat.
"Ini semua potensi luar biasa yang perlu kita angkat kembali. Ikan dan belut itu sumber protein tinggi, bahkan bisa menunjang kecerdasan. Orang yang terbiasa makan ikan itu biasanya memang pintar-pintar,” kata Arief.
Baca juga: Harga cabai rawit merah Rp81.404/kg, telur ayam ras Rp29.082/kg
Baca juga: Ini harga sejumlah kebutuhan pokok dari Badan Pangan Nasional