Jakarta (ANTARA) - Menjadi seorang penyandang tuli bukanlah pilihan, tetapi menerima cahaya Ilahi tetaplah hak setiap insan, dan hak itu dijelmakan melalui Mushaf Al-Qur'an Isyarat.
Dalam kesunyian tanpa lantunan ayat suci yang terdengar, Mushaf Al-Qur'an Isyarat hadir menghidupkan cahaya iman dalam gerak dan visual, sebagai jembatan mengubah keterbatasan menjadi kekuatan.
Setiap ayat yang diterjemahkan dalam bahasa isyarat bukan sekadar gerakan tangan, tetapi bisikan asa bagi jiwa yang berangan-angan, menghadirkan makna yang meresap hingga ke relung hati. Sebab, firman-Nya tak mengenal batas, merangkul semua hamba, tanpa terkecuali.
Data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mencatat setidaknya terdapat 2,5 juta penyandang tuli di Indonesia, tetapi tak semuanya memiliki kesempatan untuk mempelajari kitab suci yang kini telah tersedia dalam bahasa mereka.
Dalam naungan keadilan yang ditegakkan oleh negara, Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas hadir sebagai penegasan bahwa setiap insan memiliki hak yang sama dalam merasakan sentuhan ilmu dan iman.
Di dalamnya tertera dengan jelas: "Kitab suci dan lektur keagamaan lainnya harus disediakan dalam format yang mudah diakses, sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang disabilitas".
Ini bukan sekadar kebijakan, melainkan wujud nyata dari kasih sayang yang diperintahkan dalam agama, bahwa tak seorang pun boleh terhalang dari cahaya wahyu hanya karena keterbatasan fisik.
Mushaf Al-Qur'an Isyarat adalah jawaban atas amanah ini, menghadirkan ayat-ayat suci dalam gerak yang bisa dimengerti, dalam bahasa yang bisa dirasakan, meski tanpa suara yang terdengar.
Tantangan terbesar dalam menyiarkan Mushaf Al-Qur'an Isyarat bukan sekadar keterbatasan teknis, melainkan tembok tak kasatmata bernama stigma. Di benak banyak orang, masih terpatri prasangka yang membatasi pemahaman tentang teman-teman tuli.
Adalah Ida Zulfiya, seorang penashih Al-Qur'an dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama (Kemenag) RI sebagai salah seorang yang memiliki gagasan untuk membuat Mushaf Al-Qur'an Isyarat sejak dirinya berkuliah pada 2008 silam.

"Teman-teman tuli dianggap kebanyakan orang 'ya sudah kayak begitu, gak usah diberikan pendidikan', tapi kami punya perspektif baru, punya paradigma baru. Bahwa sebetulnya, teman-teman yang mengalami hambatan dalam pendengaran, teman-teman yang mengalami hambatan dalam pengucapan, mereka bukan mahluk Allah yang ibaratnya 'produk gagal', tapi mereka adalah 'insan fi ahsani taqwiim'. Makhluk terbaik ciptaan Allah yang memiliki kemampuan berbeda," kata Ida.
Masyarakat perlu diajak untuk melihat dengan hati, supaya tak ada lagi stigma yang mengerdilkan, tak ada lagi pandangan yang menempatkan mereka di barisan yang tertinggal. Sebab, tak ada yang tertinggal dalam ketakwaan. Semua sama di mata-Nya, yang ada hanyalah cara yang berbeda dalam menangkap hikmah dan memahami wahyu.
Berpuluh tahun sejak Mushaf Al-Qur'an Braille diperkenalkan pada era 1970-an, akses terhadap kitab suci bagi penyandang disabilitas terus mengalami kemajuan.
Namun, di balik pencapaian itu, ada satu celah yang seakan tak tersentuh: Al-Qur'an dalam bahasa isyarat bagi tunarungu.
Di tengah semangat inklusivitas yang terus digaungkan, kenyataan ini seolah menjadi jeda panjang yang menanti jawaban. Jika Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh umat, maka bukankah seharusnya tak ada satu pun hambatan yang menghalangi seseorang dari cahaya wahyu-Nya?
Seakan tertahan di persimpangan harapan, kebutuhan komunitas ini belum sepenuhnya terjawab hingga tahun 2022 silam.
Para pakar Al-Qur'an, ahli linguistik, dan akademisi di bidang tunarungu turut berperan dalam merangkai Al-Qur.an isyarat, mengharmonikan ilmu dan keimanan dalam gerakan
Akhirnya, Pada 30 Desember 2022 silam pemerintah melalui LPMQ Kemenag RI meresmikan Mushaf Al-Qur'an Isyarat, yang boleh dikatakan sebagai mushaf berbahasa isyarat pertama dan satu-satunya di dunia pada saat diluncurkan.
Isyarat yang digunakan dalam Al-Qur'an ini merujuk kepada isyarat abjad Arab sebagai standar isyarat huruf hijaiyah yang memiliki komponen tangan sebagai penampil, tempat/ruang, dan gerakan.
LPMQ Kemenag RI juga menerbitkan pedoman yang dibukukan agar para teman-teman tuli bisa berinteraksi, memahami, serta mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an.
Ida memberikan contoh dalam huruf "alif", bisa dilafalkan dengan isyarat berupa telapak tangan menghadap ke kiri, jari-jari menggenggam kecuali ibu jari menghadap ke luar seperti membuat tanda "sip", dengan ibu jari lurus menunjuk ke atas seperti huruf "Alif".
Sedangkan "ba", bisa dilafalkan dengan isyarat telapak tangan menghadap ke luar, jari-jari menggenggam kecuali jari telunjuk lurus menunjuk ke atas seperti mengacungkan tangan dan berkata "saya". Hal ini mengisyaratkan huruf "Ba" yang memiliki satu titik.
Setelah penantian panjang, Al-Qur'an dalam bahasa isyarat akhirnya hadir, membawa secercah cahaya bagi mereka yang selama ini mencari makna wahyu dalam sunyi.
Seperti sungai yang telah mengalir namun belum menemukan jalurnya ke ladang-ladang yang merindukan kesejukan, Al-Qur’an isyarat masih menghadapi tantangan dalam menjangkau mereka yang membutuhkan.
Dalam jejak panjang peradaban, Al-Qur'an selalu menjadi lentera bagi mereka yang mencari jalan. Kini, perlahan tapi pasti Mushaf Al-Qur'an Isyarat membawa cahaya itu kian merata, menyapa mereka yang selama ini terhalang oleh batasan bahasa dan pendengaran.
Baca juga: Pemprov Jateng komitmen berikan tali asih bagi anak-anak penghafal Al Quran 30 juz
Baca juga: MTQ momentum membumikan Al Quran