Jakarta (ANTARA) - Pemerintah memang berwenang mengatur negeri ini, berupa kebijakan, penegakan aturan, pengawasan, maupun segala program kerja.
Namun apakah patut, sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tanpa sosialisasi memadai kepada masyarakat, lalu menimbulkan korban jiwa dari rakyat?
Bukankah hal itu menunjukkan pemerintah adigang, adigung, dan adiguna. Nilai luhur Jawa tersebut melarang seseorang, apalagi pemerintah pilihan rakyat memiliki tiga sikap tersebut. Adigang orang yang memiliki kesombongan lantaran kelebihan kekuatan dan kekuasaan, memegang kendali masyarakat. Adigung merasa paling membanggakan harta atau anggaran untuk mengatur rakyat, dan adiguna yang sombong lantaran membangakan kecerdasan, kemampuan pengetahuannya, bersikap sebagai orang yang paling tahu dan bisa mengatur segalanya.
Alih-alih mengatur tata kelola distribusi elpiji 3 kilogram, atau biasa disebut kebanyakan publik sebagai elpiji melon, agar lebih tetap sasaran dengan peruntukkannya bagi kalangan tidak mampu, tetapi justru menyusahkan rakyat.
Itulah yang terjadi sejak 1 Februari 2025 ini, ketiga Kementerian ESDM di bawah nakhoda Bahlil Lahadalia, mencoba mengatur pola pendistribusian elpiji melon, tetapi hanya bilangan dua hari, kebijakan tersebut telah meminta korban jiwa, seorang lansia perempuan di kawasan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Ironis dan tragis.
Seorang warga RT 001/RW 007, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, bernama Yonih (62 tahun) dilaporkan meninggal dunia diduga kelelahan setelah mengikuti antrean pengambilan tabung gas elpiji 3 kg subsidi di wilayah itu.
Informasi duka cita ini disampaikan oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) 001, Pamulang Barat, Saeful, bahwa Yonih diduga mengalami kelelahan yang menjadi faktor utamanya kematiannya. "Almarhum antre gas di salah satu toko penjual gas 3 kg yang tidak jauh dari lokasi rumahnya. Perkiraan 500 meter dari rumahnya, kecapekan sepertinya," ucap Saeful di Tangerang Selatan, Senin 3 Februari 2025.
Ia menuturkan saat itu almarhumah ikut antrean di pangkalan tabung gas elpiji yang letaknya sekitar 300 meter dari rumah duka. Dia berangkat dari rumah sekitar pukul 10.00 WIB. Usai mendapatkan gas, sang nenek Yonih kemudian pulang dan di tengah jalan sempat istirahat. "Jadi almarhumah ini sudah membawa dua tabung gas 3 kg dan hendak pulang. Enggak jauh dari toko, almarhumah tiba-tiba istirahat karena kelelahan di depan toko laundry dan langsung pucat mukanya. Warga yang mengenal almarhumah, kemudian menelepon keluarganya untuk dijemput," katanya.
Ia juga mengungkapkan setelah mengetahui kondisi almarhumah membutuhkan penanganan medis, keluarga korban membawa Yonih ke rumah sakit terdekat. Namun diketahui menghembuskan nafas terakhir sebelum dibawa ke RS.
Almarhumah kesehariannya membuka warung makanan, seperti nasi uduk dan lainnya. Almarhumah memiliki riwayat penyakit darah tinggi. Hari itu pula jenazah Yonih sudah dimakamkan.
Sejak pagi antrean warga untuk bisa mendapat dan membeli isi tabung gas terjadi di berbagai wilayah, bahkan beberapa warga sempat mencari hingga ke daerah Sari Mulya, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Orang banyak mengantar anak sekolah sambil menenteng tabung gas.
Minta maaf
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia meminta maaf karena antrean pembelian elpiji tabung isi 3 kg di wilayah Tangerang Selatan, Banten, menyebabkan korban jiwa sebagaimana dialami nenek Yonih.
“Kami pemerintah pertama memohon maaf kalau ini terjadi, karena ini semata-mata kami lakukan untuk penataan,” ujar Bahlil setelah melakukan sidak salah satu pangkalan elpiji 3 kg di wilayah Palmerah Jakarta, Selasa 4 Februari 2025.
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah terus melakukan perbaikan kebijakan untuk mencegah situasi memburuk. Salah satu langkah yang ia tempuh adalah mengubah status pengecer menjadi sub-pangkalan, sehingga pengecer dapat menjual elpiji 3 kg lagi.
Bahlil menyadari bahwa pengecer merupakan garda terdepan distribusi elpiji 3 kg yang menghubungkan pangkalan dengan masyarakat luas.
“Apa yang kami lakukan pagi ini dan malam ini merupakan respons. Kami ingin rakyat mendapat LPG dengan baik dan gampang,” kata Bahlil.
Ia menyatakan bahwa pengecer LPG 3 kg kembali beroperasi, namun berganti nama menjadi sub-pangkalan. Adapun tujuan dari pengoperasian kembali pengecer LPG 3 kg, yakni untuk menormalkan kembali jalur distribusi gas bersubsidi tersebut.
Bahlil menyampaikan bahwa saat ini sebanyak 370 ribu pengecer sudah terdata sebagai sub-pangkalan dari LPG 3 kg. Teruntuk para pengecer yang belum terdaftar sebagai sub-pangkalan, Bahlil menyampaikan Kementerian ESDM akan secara aktif bersama Pertamina membekali mereka dengan sistem aplikasi dan membantu proses mereka menjadi sub-pangkalan.
Cukupkah dengan permintaan maaf Bahlil itu, lalu persoalannya selesai?
Tentu saja tidak!
Pemerintah wajib mengoreksi total kebijakannya yang terbukti membuat warga meninggal dunia itu. Koreksi kebijakan perlu dilakukan agar tidak menimbulkan collateral damage yang lebih akut lagi.
Lihat saja, saat Bahlil berada di wilayah Palmerah, Jakarta, pada Selasa itu, di tempat yang tak terlalu jauh, masih terjadi antrean.
Puluhan warga bernama rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkan elpiji 3 kilogram di agen resmi kawasan Gandaria Selatan, Cilandak, Jakarta Selatan. "Saya dapat informasi dari pukul 09.30 WIB dan sudah lama mengantre," kata Iwan kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Iwan mengatakan dirinya sudah kesusahan mendapatkan elpiji sejak sepekan lalu atau tepatnya saat perayaan Imlek. Dia mengaku sudah mencari-cari dimana saja lokasi penjualan elpiji mengingat setiap harinya dibutuhkan untuk berdagang pecel lele.
Apalagi, pada Senin (3/2) dia tidak mendapatkan elpiji yang didistribusikan Pertamina di SPBU dekat rumahnya. "Kemarin ke pom bensin enggak dapat," ujarnya.
Sementara, warga lainnya yang juga pedagang siomay, Yulia mengatakan dirinya juga kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg. Yulia menyarankan kepada pemerintah agar tepat sasaran maka perlu adanya pendataan. Salah satunya memberikan kartu kepada yang membutuhkan demi pemerataan.
"Inginnya kasih kartu aja biar tepat sasaran," ucap Yulia.
Di agen resmi kawasan Gandaria Selatan itu, satu orang warga hanya diperbolehkan untuk membeli satu tabung elpiji dengan harga Rp20 ribu tanpa diperiksa Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Hari Nugroho meminta masyarakat agar tak melakukan “panic buying” (pembelian secara berlebihan karena panik) terkait langkanya liquefied petroleum gas (LPG/elpiji) 3 kilogram di Jakarta.
Pemprov DKI akan bekerja sama dengan pihak Pertamina hingga Dinas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar bisa menstabilkan kembali ketersediaan elpiji 3 kg.
Pemerintah mulai menerapkan kebijakan penjualan elpiji 3 kg hanya melalui pangkalan, efektif sejak 1 Februari 2025.
Kebijakan ini diberlakukan karena harga di tingkat pengecer bervariasi, mulai dari Rp22 ribu hingga Rp25 ribu per tabung, karena pengawasan di pengecer tidak berada di bawah kewenangan BUMN di bidang minyak dan gas bumi.
Dua contoh kasus di atas, masih terjadi di Jakarta dan di wilayah dekat Jakarta, bagaimana dengan daerah-daerah lain, atau bahkan di pelosok, yang warga ingin mendapatkan gas elpiji 3 kilogram ke pangkalan terdekat saja, jaraknya berkilo-kilometer.
Sepadankah hanya untuk mendapatkan elpiji tiga kilogram, ditempuh dengan perjalanan berkilo-kilometer? Bukankah justru menambah biaya.
Lebih detil
Penataan distribusi elpiji semestinya dicermati lebih detil lagi mengapa sampai tidak tepat sasaran, bukan sekadar memindahkan dari pedagang eceran ke pangkalan resmi.
Gas elpiji tiga kilogram semestinya justru didistribusikan ke kantung-kantung masyarakat miskin, ke tempat paling terdekat di mana mereka tinggal, bukan justru diwajibkan membeli ke pangkalan dengan memperlihatkan KTP.
Semestinya bisa dibayangkan, satu pangkalan diserbu ratusan bahkan ribuan warga, mengantre elpiji 3 kilogram.
Memperlihatkan lagi antrean di depan publik, yang pasti disorot di dunia internasional, padahal negeri ini sedang menumbuhkembangkan citra sebagai negara kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah.
Memang sangat terlihat konyol, kebijakan Bahlil yang justru menyusahkan rakyat, bahkan membuat jatuh korban jiwa.
Atas keresahan dan peristiwa ironi tersebut, pemerintah memperbolehkan kembali warung dan pengecer untuk kembali berjualan gas/elpiji 3 kg secara eceran dalam upaya memastikan akses yang mudah dan terjangkau bagi masyarakat.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa.
"Hari ini para pengecer bisa kembali berjualan, agar tidak terjadi kesulitan akses elpiji di masyarakat," katanya.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen, pemerintah mewajibkan para pengecer untuk mendaftarkan diri melalui aplikasi Merchant Apps Pangkalan (MAP), agar terdaftar sebagai sub-pangkalan resmi. Langkah ini diharapkan Hasan dapat menjaga kestabilan harga di tingkat konsumen serta memastikan distribusi elpiji 3 kg tepat sasaran.
Pertamina pun akan mendorong para pengecer untuk segera mendaftar sebagai sub-pangkalan resmi guna melindungi rakyat sebagai konsumen terakhir. Dengan terdaftar resmi di aplikasi MAP sebagai subpangkalan, maka harga di tingkat konsumen bisa terjaga. Begitu pula distribusi elpiji 3 kg bisa disalurkan ke tangan rakyat yang benar-benar berhak mendapatkannya.
Kalaulah pemerintah atau pihak Pertamina masih menemukan bahwa distribusi elpiji melon tidak tepat sasaran, sebagai pemberian subsidi ke masyarakat, kerahkan saja personel pengawasan di lapangan terdiri atas unsur pemerintah, petugas, dan unsur masyarakat serta pihak terkait.
Selain itu perlu penegakan hukum yang tanpa pandang bulu terhadap pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, termasuk kemungkinan pihak-pihak yang diberikan wewenang untuk mendistribusikan pasokan elpiji melon, tetapi dimainkan untuk kepentingan tertentu.
Sudah banyak kasus terjadi, elpiji tiga kilogram disuntikkan ke tabung gas nonsubsidi untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak, atau mengurangi isian elpiji dalam tabung.
Semestinya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah benar-benar berpihak pada rakyat kecil demi menyejahterakan dan memberantas kemiskinan, sebagaimana jargon dan janji Presiden Prabowo Subianto.
Baca juga: Pemerintah izinkan kembali pengecer jual lagi elpiji 3 kg
Baca juga: Benang kusut distribusi elpiji melon
Baca juga: Agen resmi di Jaksel menduga ada permainan dibalik kelangkaan gas elpiji 3 kg