Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengimbau nelayan tidak nekat atau memaksakan diri melaut ketika cuaca buruk seperti kondisi saat ini.
"Kondisi cuaca buruk ini sudah berlangsung sejak Desember 2024 sehingga aktivitas melaut nelayan terhambat. Kami juga sudah mengimbau agar tidak nekat melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut karena terlalu berisiko," kata Pengurus DPC HNSI Kabupaten Sukabumi Nandang Heriyadie di Sukabumi, Minggu.
Menurut Nandang, cuaca buruk yang melanda wilayah perairan laut selatan Kabupaten Sukabumi tidak setiap hari, sehingga ada hari atau waktu tertentu yang bisa dimanfaatkan nelayan untuk melaut seperti saat cuaca dalam kondisi baik atau cerah.
Namun demikian, cuaca di laut berbeda dengan di darat. Di tengah laut cuaca bisa cepat berubah atau yang awalnya cerah tiba-tiba turun hujan deras disertai angin kencang dan petir, sehingga membahayakan keselamatan nelayan.
Baca juga: Ratusan nelayan Sukabumi belum bisa melaut pascabanjir rob
Baca juga: HNSI Sukabumi optimistis budidaya lobster berkembang pesat
Berdasarkan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) cuaca buruk dan gelombang tinggi terjadi pada 26-30 Januari 2025.
"Informasi dari BMKG ini harus diperhatikan demi keselamatan para nelayan. Tapi, apabila tetap memaksakan untuk melaut, kami hanya bisa mengingatkan nelayan untuk memperhitungkan kembali risiko yang dihadapi, karena HNSI hanya bisa memberikan imbauan tetapi tidak bisa melarang," tambahnya.
Ia pun meminta nelayan untuk bersabar, karena nyawa lebih penting dari segalanya dan berharap cuaca buruk segera berlalu agar aktivitas melaut kembali normal. Di sisi lain, pihaknya belum menerima informasi kerusakan kapal maupun dampak lainnya akibat cuaca buruk.
Pantauan di beberapa titik pendaratan kapal, tidak terlihat adanya nelayan yang berangkat maupun pulang melaut dan nelayan memilih menambatkan kapal di dermaga.
Baca juga: HNSI Sukabumi: Hari Nelayan ajang lestarikan sumber daya perikanan
Untuk mengisi kekosongan waktu sembari menunggu cuaca membaik, nelayan lebih memilih memperbaiki alat tangkap ikan seperti jaring maupun kapal.
Salah seorang nelayan Kampung/Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Mamad mengaku sudah hampir tiga bulan dirinya tidak melaut, sehingga kesulitan untuk menafkahi keluarga.
Menyiasati agar tetap mendapatkan penghasilan, dirinya memilih waktu-waktu tertentu atau cuaca sedang baik untuk melaut, namun karena khawatir cuaca di tengah laut tiba-tiba berubah drastis, ia hanya bisa menjaring ikan di dalam Teluk Palabuhanratu, sehingga hasil tangkapan ikan tidak maksimal.
"Beberapa bulan ke belakang saya masih bisa melaut, namun sejak awal tahun hingga saat ini saya belum lagi ke laut untuk mencari ikan karena cuaca tidak bersahabat seperti kerap turun hujan deras disertai angin kencang ditambah gelombang tinggi yang ketinggiannya sekitar tiga sampai empat meter," katanya.
Baca juga: HNSI minta Pemkab Sukabumi bangun fasilitas pengembangan benur lobster air laut
Kondisi seperti ini berakhir pada Februari akhir atau awal Maret. Pasca-cuaca buruk biasanya ikan banyak, maka dari itu untuk mempersiapkan cuaca kembali normal, ia memilih memperbaiki alat tangkapnya.
Untuk kapal motor yang digunakannya yakni jenis Dogol untuk menangkap udang. Adapun biaya untuk membeli bahan bakar minyak jenis solar untuk sekali melaut dari Rp150 ribu sampai Rp500 ribu.
Di sisi lain, ia mengaku sebelum perayaan Natal 2024, dirinya bersama nelayan lain menerima bantuan sembako dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang sangat membantu keluarganya.