Cibinong (Antara Megapolitan) - Yayasan Lentera Anak dan siswa SMPN 1 Bojong Gede kampanyekan tolak jadi target industri rokok, dengan bekerja sama ketua rukun tetangga dan pemilik warung dengan mencopot spanduk dan poster iklan rokok.
"Kita memang sudah mendampingi 10 sekolah di Kabupaten Bogor untuk menyadari bahayanya rokok dan sosialisasi ke warung sekitar dan hari ini adalah aksi penolakan siswa," kata Media Officer Yayasan Lentera Anak di SMPN 1 Bojong Gede, Senin.
Menurutnya, kesadaran terhadap bahaya iklan rokok yang beredar di warung lingkungan sekolah membuat siswa terbiasa melihat dan menganggap biasa untuk mencoba rokok.
Farah menyebut dari hasil monitor 2015 sebanyak 85 persen sekolah di Indonesia dikepung oleh iklan rokok dengan survei di lima kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Makasar, Padang dan Mataram.
Karena Pemerintah DKI Jakarta sebagai Ibu kota negara pada awal tahun 2016 sudah memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) pelarangan iklan rokok selanjutnya diikuti kota Bogor, kata Dia, maka target selanjutnya adalah di daerah sekitar termasuk Kabupaten Bogor, Tangerang Selatan dan Bekasi.
Sebagai wilayah di antara Jakarta dan kota Bogor, Kabupaten Bogor yang belum sepenuhnya menegakkan larangan iklan rokok hingga di jalan raya dan jalan akses ke sekolah, lanjutnya, membuat larangan di kedua kota belum sepenuhnya berhasil karena masyarakat masih melihat iklan rokok di wilayah tersebut.
"Pernah ada studi komnas perlindungan anak dan Uhamka empat puluh enam persen koma tiga anak-anak itu mengaku merokok karena melihat iklan rokok," jelasnya.
Ia menyampaikan sudah ada tiga sekolah di Tanggerang selatan, lima sekolah di Bekasi dan lima belas sekolah di Mataram telah melakukan aksi serupa untuk menolak menjadi target industri rokok.
Sedangkan di Kabupaten Bogor, kata Dia SMPN 1 Bojonggede menjadi sekolah pertama yang melakukan aksi penolakkan tersebut.
Guru koordinator Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Purwadi mengatakan sebagai sekolah negeri SMPN 1 Bojonggede telah menerapkan imbauan sanksi ketat terdahap siswa yang merokok di lingkungan sekolah.
"Ada poinnya lima puluh sampai seratus lima puluh untuk sanksi pelanggaran ketertiban sekolah, kalau merokok poinnya langsung seratus artinya pemanggilan orang tua, dua kali merokok dikeluarkan dari sekolah," katanya.
Menurut Purwadi, hanya sekitar delapan persen siswa yang kemungkinan merokok diluar sekolah sebab dilingkungan sekolah tidak ada yang barani terang-terangan merokok.
Sebab itu, dirinya mendukung ajakan yayasan lentera untuk melakukan langkan prefentif di usia siswa SMP sebagai usia produktif dengan berkoordinasi warga sekitar dan empat warung yang memasang spanduk iklan rokok untuk mengganti iklan rokok dengan larangan merokok bagi anak
Ketua Rt 01/12 Kampung Liau Lebak Desa Kedung Waringin, Wisnu Triwahyudi yang menyempatkan hadir untuk mendukung aksi tersebut menyatakan dirinya akan ikut mencegah adanya tawaran pemasangan iklan rokok di warung sekitarnya dengan membuat surat edaran berupa imbauan tegas.
"Kami akan coba mencegah ya, kita bisa segara membuat surat edaran kepada warung-warung saya sangat mendukung untuk pedulian terhadap anak remaja di sekitar," jelasnya.
Sementara itu, Trimo (50) salah satu pemilik warung di sekitar SMPN 1 Bojonggede mengaku tidak keberatan digantinya spanduk rokok dengan spanduk tolak jadi target industri rokok yang ditujukan bagi anak.
"Tidak apa saya juga tidak merokok, meski tetap jual saya jual bukan ke siswa kalau untuk menjalankan perda," ujarnya.
Diketahui, Pemerintah Kabupaten Bogor telah menerbitkan Perda no 8 tentang KTR dilingkungan sekolah minimal radius 500 meter namun belum efektif terlaksana.
Siswa Bojong Gede Tolak Jadi Target Rokok
Senin, 13 Februari 2017 16:07 WIB
Pernah ada studi komnas perlindungan anak dan Uhamka empat puluh enam persen koma tiga anak-anak itu mengaku merokok karena melihat iklan rokok.