Jakarta, 7/7 (ANTARA) - Peneliti Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) Nia Elvina menilai, realisasi janji reforma agraria oleh pemerintah sangat kecil.
"Atau kalau boleh disebut belum terlaksana sama sekali," kata sosiolog yang juga staf pengajar di Program Ilmu Sosiologi Universitas Nasional (Unas) di Jakarta, Sabtu.
Ia mengemukakan, bahasan tentang reforma agraria itu sangat penting dilakukan.
Ketika Susilo Bambang Yudhoyono berkampanye sebagai kandidat Presiden, katanya, reforma agraria merupakan salah satu isu utama yang diusungnya.
"Sehingga banyak masyarakat yang respek terhadap SBY," katanya.
Hanya saja, diakuinya bahwa hingga saat ini reforma agraria tersebut kemudian tidak mengemuka lagi.
Padahal, katanya, reforma agraria memberikan harapan kepada petani miskin, khususnya petani yang tidak bertanah (landless) untuk mencapai kehidupan yang layak.
"Karena tanah merupakan faktor produksi yang paling utama terutama negara kita yang dikenal sebagai negara agraris," katanya.
Nia Elvina yang juga Sekretaris Program Ilmu Sosiologi Unas itu mengatakan bahwa secara kebijakan sudah muncul Peraturan Pemerintah (PP) tentang Reforma Agraria.
"Tetapi implementasinya sampai sekarang masih tersendat-sendat. Sehingga tidak heran jika konflik sosial pertanahan akan semakin tajam dan tersebar luas, lebih khusus lagi di Jawa dan Bali," katanya.
Akar masalah
Dia mengemukakan, akar permasalahan itu sebenarnya adalah adanya gurita kapitalisme (pemilik modal besar).
"Para kapitalis sebagian besar menguasai tanah di negara kita ini," katanya.
Menurut dia, negara lebih cenderung mendukung dan melindungi kepentingan kapitalis tersebut.
Kondisi itu, katanya, dapat dilihat dari berbagai kasus, seperti ketika terjadi konflik pertanahan antara petani miskin dengan perusahaan, maka sebagian besar yang menang adalah kepentingan perusahaan.
"Pun kejadian tanah terlantar yang dibiarkan oleh perusahaan besar karena mereka lebih senang bermain 'money laundry' atau agunkan saja HGU (hak guna usaha) ke bank, kemudian main di bidang properti,
digarap oleh petani miskin, dan petani miskin yang kalah lagi," katanya.
Ia mengatakan, jika sadar akan sejarah bangsa, pada awal-awal bangsa ini dibangun, sudah dibuat UU pembatasan kepemilikan tanah secara pribadi, yakni hanya lima hektare.
Kemudian, katanya, hak "eigendom" itu dihapus.
"Saya prihatin, ternyata pemimpin kita dengan sangat mudah terkena amnesia. Janji manis ketika kampanye tidak pernah direalisasikan," katanya.
Akibatnya, kata dia, upaya membuat impian bangsa ini yang mempunyai peradaban tinggi, terasa sulit untuk dicapai.
Andy J
Realisasi Janji Reforma Agraria Pemerintah Dinilai Kecil
Sabtu, 7 Juli 2012 9:17 WIB
realisasi-janji-reforma-agraria-pemerintah-dinilai-kecil-